PTT (Pengelolaan
Tanaman Terpadu) padi sawah merupakan
sebuah inovasi untuk menunjang peningkatan produksi padi. Hal ini
dilatarbelakangi karena beras sebagai bahan pangan yang berasal dari padi
merupakan bahan pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Oleh karena
itu sebagai bahan pangan pokok utama padi memegang posisi yang strategis untuk
dikembangkan.
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah adalah suatu
pendekatan inovatif dalam upaya peningkatan efisiensi usaha tani padi sawah
dengan menggabungkan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang dan
dengan memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak agar memberikan
pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Pengelolaan Tanaman Terpadu atau PTT padi sawah bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas tanaman dari segi hasil dan kualitas melalui
penerapan teknologi yang cocok dengan kondisi setempat (spesifik lokasi) serta
menjaga kelestarian lingkungan. Dengan meningkatnya hasil produksi diharapkan
pendapatan petani akan meningkat.
Sebagai salah satu upaya maupun inovasi untuk meningkatkan
produktivitas tanaman penerapan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah
didasarkan pada empat prinsip, yaitu :
·
Terpadu ; bukan
merupakan teknologi maupun paket teknologi tetapi merupakan suatu pendekatan
agar sumberdaya tanaman, tanah dan air dapat dikelola dengan sebaik-baiknya
secara terpadu.
·
Sinergis ;
memanfaatkan teknologi pertanian yang sudah dikembangkan dan diterapkan dengan
memperhatikan unsur keterkaitan sinergis antar teknologi.
·
Spesifik lokasi ;
memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial budaya
dan ekonomi pertanian setempat.
·
Partisipatif ; petani
turut berperan serta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan
kemampuan petani dan kondisi setempat melalui proses pembelajaran dalam bentuk
laboratorium lapangan.
Dalam penerapan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah
tidak lagi dikenal rekomendasi untuk diterapkan secara nasional karena petani
secara bertahap dapat memilih sendiri komponen teknologi yang paling sesuai
dengan kemampuan petani dan keadaan setempat untuk diterapkan dengan
mengutamakan efisiensi biaya produksi dan komponen teknologi yang saling
menunjang untuk diterapkan.
KOMPONEN TEKNOLOGI PTT PADI SAWAH
Komponen teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah
dirakit berdasarkan kajian kebutuhan dan peluang (KKP) yang akan mempelajari
permasalahan yang dihadapi petani dan cara-cara mengatasi permasalahan tersebut
dalam upaya meningkatkan produksi sehingga komponen teknologi yang dipilih akan
sesuai dengan kebutuhan setempat.
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah menyediakan
beberapa pilihan komponen teknologi yang dikelompokkan menjadi komponen
teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan.
Komponen teknologi dasar adalah sekumpulan teknologi yang
dianjurkan untuk diterapkan semuanya sehingga diharapkan dapat meningkatkan
produksi dengan input yang efisien sebagaimana menjadi tujuan dari PTT.
Komponen teknologi dasar PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah meliputi
:
·
Penggunaan varietas
padi unggul atau varietas padi berdaya hasil tinggi dan bernilai ekonomi tinggi
yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan dan keinginan petani
·
Benih bermutu dan
berlabel/bersertifikat
·
Pemupukan berimbang
berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah
·
Pengendalian hama dan
penyakit secara terpadu (PHT).
Sedangkan komponen
teknologi pilihan adalah teknologi-teknologi penunjang yang tidak mutlak harus
diterapkan tetapi lebih didasarkan pada spesifik lokasi maupun kearifan lokal
dan telah terbukti serta berpotensi meningkatkan produktivitas. Secara spesifik
lokasi dan kearifan lokal komponen teknologi ini dapat diperoleh dari sumber
daya alam yang tersedia ataupun dari pengalaman petani sendiri. Komponen
teknologi pilihan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah meliputi :
·
Pengolahan tanah
sesuai musim dan pola tanam
·
Penggunaan bibit muda
(< 21 HSS)
·
Tanam dengan jumlah
bibit terbatas yaitu antara 1 – 3 bibit perlubang
·
Pengaturan populasi
tanaman secara optimum (jajar legowo)
·
Pemberian bahan
organik berupa kompos atau pupuk kandang serta pengembalian
jerami ke sawah sebagai pupuk dan pembenah tanah
·
Pengairan berselang
(intermiten irrigation) secara efektif dan efisien
·
Pengendalian gulma
dengan landak atau gasrok
·
Panen dan penanganan
pasca panen yang tepat.
Perpaduan komponen
teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan ini diharapkan dapat memberikan
jalan keluar terhadap permasalahan produktivitas padi dengan didasarkan pada
pendekatan yang partisipatif.
TEKNIS PELAKSANAAN PTT PADI SAWAH
Berikut akan diuraikan
teknis budidaya padi sawah melalui pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu)
dengan menggabungkan komponen teknologi dasar dan teknologi pilihan.
A. Pengolahan Tanah
Sesuai Musim dan Pola Tanam
Pengolahan tanah dapat
dilakukan secara sempurna dengan dua kali pembajakan dan satu kali garu atau
minimal, atau tanpa olah tanah. Pemilihan cara yang akan dilakukan disesuaikan
dengan keperluan dan kondisi. Faktor yang menentukan adalah kemarau panjang,
pola tanam dan jenis/struktur tanah.
Dua minggu sebelum
pengolahan tanah, taburkan bahan organik secara merata di atas hamparan sawah.
Bahan organik yang digunakan dapat berupa pupuk kandang (2 ton/ha) atau kompos
jerami (5 ton/ha).
B. Varietas Unggul
Dalam PTT (Pengelolaan
Tanaman Terpadu) padi sawah pemilihan varietas merupakan salah satu komponen
utama yang mampu meningkatkan produktivitas padi. Varietas padi yang akan
ditanam dipilih varietas unggul baru (VUB) yang mampu beradaptasi dengan
lingkungan untuk menjamin pertumbuhan tanaman yang baik, tahan serangan
penyakit, berdaya hasil dan bernilai jual tinggi serta memiliki kualitas rasa
yang dapat diterima pasar.
Varietas unggul baru
(VUB) dapat berupa padi inbrida seperti ciherang, mekongga, inpari (10, 11,13)
atau hibrida seperti rokan, hipa 3, bernas super dan intani. Tanam varietas
unggul baru ini secara bergantian untuk memutus siklus hidup hama dan penyakit.
C. Benih Bermutu
Benih bermutu adalah
benih dengan tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi, berukuran penuh dan
seragam, daya kecambah diatas 80 % (vigor tinggi), bebas dari biji gulma,
penyakit dan hama atau bahan lain. Gunakan selalu benih yang telah memiliki
sertifikasi atau label untuk mendapatkan benih dengan tingkat kemurnian tinggi
dan berkualitas atau benih bermutu yang diproduksi oleh petani.
PTT (Pengelolaan
Tanaman Terpadu) padi sawah menganjurkan untuk menyeleksi atau memilih benih
bermutu agar didapatkan benih yang benar-benar berkualitas (bernas) dan vigor
tinggi dengan cara membuat larutan garam dapur (30 gram garam dapur dalam 1
liter air) atau larutan pupuk ZA (1kg pupuk ZA dalam 2,7 liter air). Benih
dimasukkan ke dalam larutan garam atau pupuk ZA (volume larutan 2 kali volume
benih) kemudian diaduk dan benih yang mengambang atau terapung di permukaan
larutan dibuang.
Cara sederhana dapat
dilakukan dengan merendam benih dalam larutan garam dapur menggunakan indikator
telur. Telur mentah (bisa telur ayam atau bebek) dimasukkan ke dalam air,
kemudian masukkan garam sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai telur terapung
ke permukaan. Kemudian telur diambil dan benih dimasukkan ke dalam larutan
garam. Benih yang mengapung dibuang dan benih yang tenggelam selanjutnya dicuci
sampai bersih dari garam untuk disemai.
Untuk keperluan
penanaman seluas 1 hektar benih yang dibutuhkan kurang lebih sebanyak 20 kg.
Benih bernas (yang tenggelam) dibilas dengan air sampai bersih dari garam
kemudian direndam dengan air bersih selama 24 jam. Selanjutnya diperam dalam
karung atau wadah lainnya selama 48 jam dan dijaga kelembabannya dengan
membasahi wadah dengan air.
Untuk benih padi
hibrida tidak diberi perlakuan perendaman dalam larutan garam tetapi langsung
direndam dalam air dan selanjutnya diperam.
Lahan persemaian untuk
1 hektar luasan lahan pertanaman sebaiknya 400 meter persegi (4% dari luas
tanam) dengan lebar bedengan 1 – 1,2 meter dan antar bedengan dibuat parit
sedalam 25 – 30 cm. Saat pembuatan bedengan taburkan bahan organik 2 kg /meter
persegi seperti kompos, pupuk kandang atau campuran berbagai bahan antara lain
kompos, pupuk kandang, serbuk kayu, abu dan sekam padi. Tujuan pemberian bahan
organik ini untuk memudahkan pencabutan bibit padi sehingga kerusakan akar bisa
dikurangi.
D. Sistem Tanam
PTT (Pengelolaan
Tanaman Terpadu) padi sawah menganjurkan tanam menggunakan bibit muda atau
kurang dari 21 HSS (hari setelah sebar) dan jumlah bibit 1 – 3 batang per
lubang karena bibit lebih muda akan menghasilkan anakan lebih banyak dibanding
menggunakan bibit lebih tua.
Pada daerah endemik
keong untuk mengantisipasi serangan keong dapat menggunakan bibit lebih dari 21
HSS tetapi dianjurkan tidak lebih dari 25 HSS. Masa kritis serangan keong
berada pada 21 hari setelah sebar dan 10 hari setelah pindah tanam.
Tanam dilakukan dengan
kondisi lahan jenuh air (ketinggian air kurang lebih 2 cm dari permukaan tanah
macak-macak) dengan jumlah bibit yang ditanam tidak lebih dari 3 bibit per
rumpun. Gunakan jarak tanam yang beraturan seperti model tegel 20 X 20 cm (25
rumpun/meter persegi) atau 25 X 25 cm (16 rumpun/meter persegi). Pengaturan
jarak tanam dapat dilakukan dengan menggunakan caplak atau
tali sebagai mal.
PTT (Pengelolaan
Tanaman Terpadu) padi sawah menganjurkan untuk mengatur jarak dan populasi
tanaman dengan menerapkan sistem tanam jajar legowo.
Sistem tanam jajar legowo adalah sistem tanam dengan pengaturan jarak tanam
tertentu sehingga pertanaman akan memiliki barisan tanaman yang diselingi oleh
barisan kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir setengah kali jarak
tanam antar barisan.
PTT (Pengelolaan
Tanaman Terpadu) padi sawah menganjurkan penerapan sistem tanam jajar legowo
karena adanya keuntungan dan kelebihan yang lebih dibanding dengan sistem tanam
konvensional (tegel) diantaranya yaitu :
·
Adanya efek tanaman
pinggir
·
Sampai batas tertentu
semakin tinggi populasi tanaman semakin banyak jumlah malai persatuan luas
sehingga berpeluang menaikkan hasil panen
·
Terdapat ruang kosong
untuk pengaturan air, saluran pengumpulan keong atau mina padi
·
Pengendalian hama,
penyakit dan gulma menjadi lebih mudah
·
Dengan areal
pertanaman yang lebih terbuka dapat menekan hama dan penyakit
·
Penggunaan pupuk lebih
berdaya guna.
Sistem tanam jajar
legowo yang dapat diterapkan adalah sistem tanam jajar legowo 2 : 1 atau 4 : 1
dan penyulaman tanaman dapat dilakukan sebelum tanaman berumur 14 HST (hari
setelah tanam).
E. Pengairan Berselang
(Intermittent Irrigation)
Pengairan dilakukan
dengan sistem pengairan berselang (intermittent irrigation). Pengairan
berselang adalah pengaturan kondisi sawah dalam kondisi kering dan tergenang
secara bergantian yang bertujuan untuk :
·
Menghemat air irigasi
sehingga areal yang dapat diairi lebih luas
·
Memberi kesempatan
akar tanaman memperoleh udara lebih banyak sehingga dapat berkembang lebih
dalam karena akar yang dalam dapat menyerap unsur hara dan air yang lebih
banyak
·
Mencegah timbulnya
keracunan besi
·
Mencegah penimbunan
asam organik dan gas hidrogen sulfida yang menghambat perkembangan akar
·
Mengaktifkan jasad
renik (mikrobia tanah) yang bermanfaat
·
Mengurangi kerebahan
·
Mengurangi jumlah
anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan gabah)
·
Menyeragamkan
pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen
·
Memudahkan pembenaman
pupuk ke dalam tanah (lapisan olah)
·
Memudahkan
pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang serta mengurangi
kerusakan tanaman padi karena hama tikus.
Teknis penerapan
pengairan berselang dilakukan pada saat tanaman berumur 3 HST (hari setelah
tanam) dimana petakan sawah diairi dengan tinggi genangan 3 cm dan selama 2
hari berikutnya tidak ada penambahan air sampai kondisi air di petakan habis
dan tanah mengering sedikit retak. Baru pada hari ke 4 (7 HST) petakan sawah
diairi kembali hingga genangan air setinggi 3 cm dan tidak ada penambahan air
sampai kondisi air dipetakan habis dan tanah menjadi mengering sedikit retak
kembali. Cara ini dilakukan terus sampai fase anakan maksimal.
Pada saat mulai fase
pembentukan malai (bunting) sampai pengisian biji petakan sawah digenangi
terus. Petakan dikeringkan kembali saat 10 – 15 hari sebelum panen.
Pada tanah yang cepat
menyerap air atau berpasir selang waktu pengairan harus diperpendek. Apabila
ketersediaan air selama satu musim tanam kurang mencukupi selang waktu
pengairan dapat diperpanjang yaitu dengan selang waktu 5 hari.
Pengairan berselang
secara efektif dan efisien hanya dapat dilakukan pada areal sawah irigasi
teknis yang dapat dengan mudah mengatur masuk dan keluarnya air pada areal
persawahan. Pada sawah-sawah yang sistem drainasenya tidak baik (sulit
dikeringkan) atau sawah tadah hujan pengairan berselang (intermittent
irrigation) tidak perlu diterapkan.
F. Pemupukan Berimbang
PTT (Pengelolaan
Tanaman Terpadu) padi sawah menerapkan pemupukan berimbang secara efektif dan
efisien sesuai kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Pemupukan
berimbang adalah pemberian berbagai unsur hara dalam bentuk pupuk untuk
memenuhi kekurangan hara yang dibutuhkan tanaman berdasarkan tingkat hasil yang
ingin dicapai dan hara yang tersedia dalam tanah. Unsur hara yang dibutuhkan
tanaman adalah unsur N (nitrogen ; dalam bentuk pupuk urea), P (phospat ; dalam
bentuk pupuk TSP/SP36) dan K (kalium ; dalam bentuk pupuk KCL).
Kebutuhan N tanaman
dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun padi
menggunakan bagan warna daun (BWD). Bagan warna daun adalah sebuah alat untuk
mengukur tingkat kebutuhan N tanaman dengan mengukur skala tingkat kehijauan
warna daun sehingga dapat diketahui jumlah kebutuhan unsur hara N tanaman.
Nilai pembacaan bagan
warna daun (BWD) digunakan untuk mengoreksi dosis pupuk N yang telah ditetapkan
sehingga menjadi lebih tepat sesuai dengan kondisi tanaman.
Pemberian pupuk awal N
diberikan pada umur tanaman sebelum 14 HST ditentukan berdasarkan tingkat
kesuburan tanah. Dosis pupuk awal N (urea) untuk padi varietas unggul baru
adalah 50 – 75 kg/ha, sedangkan untuk padi tipe baru dengan dosis 100 kg/ha.
Pembacaan BWD hanya dilakukan menjelang pemupukan kedua (tahap anakan aktif ;
umur 21 – 28 HST) dan pemupukan ketiga (tahap primordia ; umur 35 – 40 HST).
Khusus untuk padi hibrida dan padi tipe baru pembacaan BWD juga dilakukan pada
saat tanaman dalam kondisi keluar malai dan 10 % berbunga.
Pemupukan dilakukan
dengan cara disebar/ditabur merata di seluruh permukaan tanah. Urea merupakan
pupuk yang mudah larut dalam air sehingga pada saat pemupukan sebaiknya saluran
pemasukan dan pengeluaran air ditutup.
Pemupukan P dan K
disesuaikan dengan hasil analisis status hara tanah dan kebutuhan tanaman.
Status hara tanah P dan K dapat ditentukan dengan perangkat uji tanah sawah
(PUTS). Tiap wilayah telah memiliki dosis rekomendasi pemupukan P dan K yang
berdasarkan pada uji tanah sawah yang dilakukan oleh instansi terkait (Balai
Penyuluhan/Dinas Pertanian).
Terdapat tiga skala
tingkatan status hara tanah P dan K pada suatu lahan sawah yaitu tinggi, sedang
dan rendah sebagaimana termuat dalam tabel di bawah ini :
Pupuk P diberikan seluruhnya sebagai pupuk dasar atau bersamaan
dengan pemupukan N yang pertama pada 0 – 14 HST. Pupuk K pada lahan sawah
dengan status hara tanah P dan K rendah (dosis 100 kg/ha KCL) diberikan 50 %
sebagai pupuk dasar (pemupukan pertama) dan sisanya diberikan pada masa
primordia.
Pada lahan sawah dengan status hara tanah P dan K sedang –
tinggi (< 50 kg KCL/ha) pupuk K diberikan seluruhnya sebagai pupuk dasar (0
– 14 HST).
G. Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma
atau penyiangan adalah kegiatan membersihkan pertanaman dari rumput dan tanaman
yang tidak dikehendaki keberadaannya (gulma) di areal pertanaman karena dapat
mengganggu perkembangan tanaman pokok. Penyiangan dapat dilakukan dengan cara
mencabut gulma dengan tangan, menggunakan alatgasrok (landak)
atau menggunakan herbisida.
PTT (Pengelolaan
Tanaman Terpadu) padi sawah lebih menganjurkan melakukan penyiangan dengan
menggunakan alat gasrok karena sinergis dengan pengelolaan
lainnya dan lebih memiliki keuntungan yaitu :
·
Ramah lingkungan
·
Hemat tenaga kerja
sehingga lebih ekonomis dibandingkan dengan penyiangan menggunakan tangan
·
Memberikan sirkulasi
udara ke dalam tanah sehingga dapat merangsang pertumbuhan akar tanaman
·
Apabila dilakukan
bersamaan atau segera setelah pemupukan akan membenamkan pupuk ke dalam tanah
sehingga pemberian pupuk menjadi efisien.
Penyiangan menggunakan gasrok dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
·
Penyiangan dilakukan
saat tanaman berumur 10 – 15 HST
·
Dianjurkan dilakukan
dua kali, dimulai pada saat tanaman berumur 10 – 15 HST dan diulangi 10 – 25
hari kemudian
·
dilakukan pada kondisi
air macak-macak dengan ketinggian 2 – 3 cm
·
Gulma yang terlalu
dekat dengan tanaman dicabut dengan tangan
·
Dilakukan dua arah
yaitu diantara dan di dalam barisan tanaman.
Pengendalian gulma atau penyiangan secara manual hanya efektif
dilakukan apabila air di petakan sawah dalam kondisi macak-macak atau tanah
jenuh air. Jika kondisi tidak memungkinkan dilakukan penyiangan/pengendalian
gulma secara manual dan populasi gulma sudah tinggi maka pengendalian gulma
dapat dilakukan dengan menggunakan herbisida.
H. Pengendalian Hama
dan Penyakit Terpadu (PHT)
Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT) merupakan
suatu pendekatan pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi sehingga
pengendalian dilakukan agar tidak terlalu mengganggu keseimbangan alam dan
tidak menimbulkan kerugian yang besar.
Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT)
merupakan perpaduan berbagai cara pengendalian hama dan penyakit diantaranya
dengan melakukan monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman sehingga
penggunaan teknologi pengendalian dapat menjadi lebih tepat.
Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) dapat dilakukan
dengan menggunakan strategi diantaranya :
·
Gunakan varietas tahan
hama dan penyakit
·
Tanam tanaman yang
sehat
·
Memanfaatkan musuh
alami
·
Pengendalian secara
mekanik (menggunakan alat) dan fisik (menangkap)
·
Penggunaan pestisida
hanya jika diperlukan dan dilakukan tepat sesuai dosis, sasaran dan waktu.
I. Panen dan Pasca
Panen
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah sangat
memperhatikan proses penanganan panen dan pasca panen. Panen dan pasca panen
harus ditangani secara baik dan benar karena penanganan panen dan pasca panen
yang tidak baik dan benar dapat menyebabkan kehilangan hasil 4 – 18 %.
Untuk mendapatkan butir padi dan beras dengan
kualitas baik perlu memperhatikan ketepatan waktu panen. Panen terlalu cepat
dapat menimbulkan prosentase butir hijau tinggi yang berakibat sebagian butir
padi tidak berisi atau rusak saat digiling. Panen terlambat menyebabkan hasil
berkurang karena butir padi mudah lepas dari malai dan tercecer di sawah atau
beras pecah saat digiling.
Umur tanaman padi mungkin berbeda antara varietas satu dengan
varietas yang lainnya sehingga hal ini juga perlu diperhatikan. Hitung sejak
padi berbunga biasanya panen dilakukan pada 30 s/d 35 hari setelah padi
berbunga. Jika malai telah menguning 95 % segera lakukan pemanenan.
Panen dilakukan dengan cara memotong padi menggunakan sabit
bergerigi 10 – 15 cm dari atas permukaan tanah atau dari pangkal malai jika
akan dirontok dengan power thresser. Panen sebaiknya dilakukan secara
berkelompok (15 – 20 orang) yang dilengkapi dengan alat perontok. Dengan cara
ini maka tingkat kehilangan hasil pada saat panen dapat dikurangi.
Gunakan plastik atau terpal sebagai alas padi yang baru dipotong
dan ditumpuk sebelum dirontok. Sesegera mungkin padi dirontokan, apabila panen
dilakukan pada waktu pagi hari sebaiknya sore harinya segera dirontokkan karena
perontokkan yang dilakukan lebih dari dua hari dapat menyebabkan kerusakan
beras.
Perlu diperhatikan juga jika perontokkan padi dilakukan dengan
cara tradisional (di-gepyok) maka gunakan alas dari plastik atau terpal
yang lebarnya mencukupi dan bagian pinggir plastik atau terpal dilipat keatas
yang berfungsi sebagai dinding untuk menahan butir padi terlempar keluar dari
alas sehingga dapat mengurangi kehilangan hasil.
Proses selanjutnya adalah penanganan pasca panen. Gabah yang
sudah dirontokkan dijemur di atas lantai jemur atau jika tidak ada bisa
menggunakan terpal. Gabah dijemur dengan ketebalan 5 – 7 cm dan dilakukan
pembalikan setiap 2 jam sekali hingga kering. Gabah kering jika tidak langsung
digiling harus disimpan di tempat yang bersih dalam lumbung/gudang yang bebas
hama dan memiliki sirkulasi udara yang baik. Gabah yang akan dikonsumsi agar
diperoleh beras dengan kualitas baik disimpan dengan kadar air 14 %. Sedangkan
gabah yang akan digunakan sebagai benih disimpan dengan kadar air 12 %.
Gabah yang akan disimpan dalam waktu lama
harus memiliki kadar air yang lebih rendah. Untuk penyimpanan 4 – 6 bulan gabah
harus memiliki kadar air 12 % dan apabila disimpan selama 7 – 12 bulan kadar
air gabah 11 %.
Yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan
gabah adalah tempat penyimpanan dan wadah yang digunakan untuk mengemas gabah.
Gudang atau tempat penyimpanan harus bersih dari kotoran dan hama, dapat
melindungi gabah dari hama seperti tikus dan memiliki sirkulasi udara yang
baik.
Wadah pengemas dapat menggunakan kemasan karung, kemasan plastik
dan kemasan yute. Kemasan harus dapat melindungi gabah dari hama, kerusakan
fisik terhadap goncangan dan mudah dipindahkan. Simpan gabah dengan ditata rapi
secara bertumpuk dan mendapatkan sirkulasi udara yang baik. Sebaiknya kemasan
atau karung disimpan tidak langsung menempel pada dinding karena dapat
mempengaruhi kelembaban padi dalam kemasan.
Pencegahan dan pengendalian hama dapat dilakukan dengan cara
fumigasi. Penggunaan insektisida jangan langsung disemprotkan pada butiran
gabah karena dapat mempengaruhi kualitas gabah.
Gabah yang sudah disimpan jika akan digiling diangin-anginkan
terlebih dahulu sebelum digiling untuk menghindari butir beras pecah.
PENUTUP
Sekali lagi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah bukan
bersifat teknologi tetapi merupakan suatu pendekatan inovatif dalam usaha
meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam usaha usaha tani padi.
Pada prinsipnya PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) lebih bersifat
spesifik lokasi dan partisipatif sehingga semua teknis yang telah diuraikan di
atas tidak harus mutlak untuk diterapkan di seluruh daerah. Petani di tiap-tiap
dengan didampingi tenaga teknis dari instansi terkait dapat memilih sendiri
komponen teknologi yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi lingkungan
setempat.
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah diterapkan dalam
upaya meningkatkan produktivitas tanaman padi dengan menerapkan efisiensi dan
efektifitas dalam usaha tani padi sawah dengan memperhatikan sumber daya alam,
kearifan lokal dan kelestarian lingkungan hidup.
Akhirnya supaya penerapan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu)
dalam budidaya padi sawah dan usaha tani lainnya dapat berjalan dengan baik dan
benar maka diperlukan kerjasama dan bimbingan yang intensif dari semua pihak
yang terkait demi terwujudnya peningkatan produksi beras nasional dalam
menunjang ketahanan pangan dan swasembada beras pada khususnya.
Sumber http://sekarmadjapahit.wordpress.com/2012/04/29/ptt-padi-sawah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar