Senin, Maret 09, 2009

BIOTEKNOLOGI MIKROBA UNTUK PERTANIAN ORGANIK

RINGKASAN

Alasan kesehatan dan kelestarian alam menjadikan pertanian organik sebagai salah satu alternatif pertanian modern. Pertanian organik mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari input bahan sintetik, baik berupa pupuk, herbisida, maupun pestisida sintetik. Namun, petani sering mengeluhkan hasil pertanian organik yang produktivitasnya cenderung rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Masalah ini sebenarnya bisa diatasi dengan memanfaatkan bioteknologi berbasis mikroba yang diambil dari sumber-sumber kekayaan hayati.

Tanah sangat kaya akan keragaman mikroorganisme, seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, re-cycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen dan membantu penyerapan unsur hara. Bioteknologi berbasis mikroba dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tersebut.


Teknologi Kompos Bioaktif
Salah satu masalah yang sering ditemui ketika menerapkan pertanian organik adalah kandungan bahan organik dan status hara tanah yang rendah. Petani organik mengatasi masalah tersebut dengan memberikan pupuk hijau atau pupuk kandang. Kedua jenis pupuk itu adalah limbah organik yang telah mengalami penghacuran sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Limbah organik seperti sisa-sisa tanaman dan kotoran binatang ternak tidak bisa langsung diberikan ke tanaman. Limbah organik harus dihancurkan/dikomposkan terlebih dahulu oleh mikroba tanah menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman. Proses pengkomposan alami memakan waktu yang sangat lama, berkisar antara enam bulan hingga setahun sampai bahan organik tersebut benar-benar tersedia bagi tanaman.

Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba penghancur (dekomposer) yang berkemampuan tinggi. Penggunaan mikroba dapat mempersingkat proses dekomposisi dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Di pasaran saat ini banyak tersedia produk-produk biodekomposer untuk mempercepat proses pengomposan, misalnya: SuperDec, OrgaDec, EM4, EM Lestari, Starbio, Degra Simba, Stardec, dan lain-lain.

Kompos bioaktif adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoselulolitik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman. SuperDec dan OrgaDec, biodekomposer yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), dikembangkan berdasarkan filosofi tersebut. Mikroba biodekomposer unggul yang digunakan adalah Trichoderma pseudokoningii , Cytopaga sp, dan fungi pelapuk putih. Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan menjadi sekitar 2-3 minggu. Mikroba akan tetap hidup dan aktif di dalam kompos. Ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan berperan untuk mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit tanaman.

Biofertilizer
Petani organik sangat menghindari pemakaian pupuk kimia. Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, petani organik mengandalkan kompos sebagai sumber utama nutrisi tanaman. Sayangnya kandungan hara kompos rendah. Kompos matang kandungan haranya kurang lebih : 1.69% N, 0.34% P2O5, dan 2.81% K. Dengan kata lain 100 kg kompos setara dengan 1.69 kg Urea, 0.34 kg SP 36, dan 2.18 kg KCl. Misalnya untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya 200 kg Urea/ha, 75 kg SP 36/ha dan 37.5 kg KCl/ha, maka membutuhkan sebanyak 22 ton kompos/ha. Jumlah kompos yang demikian besar ini memerlukan banyak tenaga kerja dan berimplikasi pada naiknya biaya produksi.

Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan ( leguminose ). Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.

Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.

Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah Mikoriza yang bersimbiosis pada akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza dan endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering dimanfaatkan adalah Glomus sp dan Gigaspora sp.

Beberapa mikroba tanah mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman, antara lain: Pseudomonas sp dan Azotobacter sp.

Mikroba-mikroba bermanfaat tersebut diformulasikan dalam bahan pembawa khusus dan digunakan sebagai biofertilizer. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPBPI mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat mensuplai lebih dari setengah kebutuhan hara tanaman. Biofertilizer yang tersedia di pasaran antara lain: Emas, Rhiphosant, Kamizae, OST dan Simbionriza.

Agen Biokontrol
Hama dan penyakit merupakan salah satu kendala serius dalam budidaya pertanian organik. Jenis-jenis tanaman yang terbiasa dilindungi oleh pestisida kimia, umumnya sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit ketika dibudidayakan dengan sistim organik. Alam sebenarnya telah menyediakan mekanisme perlindungan alami. Di alam terdapat mikroba yang dapat mengendalikan organisme patogen tersebut. Organisme patogen akan merugikan tanaman ketika terjadi ketidakseimbangan populasi antara organisme patogen dengan mikroba pengendalinya, di mana jumlah organisme patogen lebih banyak daripada jumlah mikroba pengendalinya. Apabila kita dapat menyeimbangakan populasi kedua jenis organisme ini, maka hama dan penyakit tanaman dapat dihindari.

Mikroba yang dapat mengendalikan hama tanaman antara lain: Bacillus thurigiensis (BT), Bauveria bassiana , Paecilomyces fumosoroseus, dan Metharizium anisopliae . Mikroba ini mampu menyerang dan membunuh berbagai serangga hama. Mikroba yang dapat mengendalikan penyakit tanaman misalnya: Trichoderma sp yang mampu mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh Gonoderma sp, JAP (jamur akar putih), dan Phytoptora sp. Beberapa biokontrol yang tersedia di pasaran antara lain: Greemi-G, Bio-Meteor, NirAma, Marfu-P dan Hamago.

Aplikasi pada Pertanian Organik
Produk-produk bioteknologi mikroba hampir seluruhnya menggunakan bahan-bahan alami. Produk ini dapat memenuhi kebutuhan petani organik. Kebutuhan bahan organik dan hara tanaman dapat dipenuhi dengan kompos bioaktif dan aktivator pengomposan. Aplikasi biofertilizer pada pertanian organik dapat mensuplai kebutuhan hara tanaman yang selama ini dipenuhi dari pupuk-pupuk kimia. Serangan hama dan penyakit tanaman dapat dikendalikan dengan memanfaatkan biokotrol.

Petani Indonesia yang menerapkan sistem pertanian organik umumnya hanya mengandalkan kompos dan cenderung membiarkan serangan hama dan penyakit tanaman. Dengan tersedianya bioteknologi berbasis mikroba, petani organik tidak perlu kawatir dengan masalah ketersediaan bahan organik, unsur hara, dan serangan hama dan penyakit tanaman.


Sumber :
http://www.ipard.com/art_perkebun/feb21-05_isr-I.asp

Penulis:
Isroi, S.Si, M.Si
Peneliti Mikroba
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia
Lembaga Riset Perkebunan Indonesia
Jalan Taman Kencana No. 1 Bogor 16151
Telp. 0251 324048/327449
Fax. 0251 328516
Email: ipardboo@indo.net.id ; isroi@ipard.com

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN, HARAPAN BAGI SI MISKIN


UDUL di atas sengaja penulis ambil dari judul laporan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia atau FAO, yaitu The State of Food and Agriculture 2003-2004: Agricultural Biotechnology, Meeting the Needs of the Poor? Laporan badan dunia yang dilepas pada tanggal 17 Mei 2004 itu langsung menimbulkan kontroversi luas.

FAO dikritik memiliki agenda tersembunyi yang sangat terkait dengan kepentingan perusahaan multinasional (MNC) produsen benih transgenik (simply rubber-stamps the industry agenda, Devinder Sharma). Sebagai catatan, 99 persen tanaman transgenik komersial serta hampir seluruh gen komersial dan metode transformasinya saat ini adalah milik MNC. Lebih lanjut, hari pelepasan laporan tersebut dikatakan sebagai a black day for humanity serta awal dijajahnya petani oleh industri transgenik.

Secara umum laporan FAO tersebut cukup lengkap dan bagus. Laporan diawali dengan kenyataan bahwa 842 juta orang saat ini kekurangan pangan kronis yang sebagian besar menghuni wilayah pertanian dan pedesaan di negara-negara miskin.

Selain kekurangan pangan kronis, miliaran orang menderita defisiensi mikronutrien karena kualitas dan diversitas pangan yang dikonsumsi sangat buruk. Dalam 30 tahun mendatang akan ada tambahan dua miliar manusia yang harus dicukupi kebutuhan pangannya.

FAO lebih lanjut menyatakan bahwa Revolusi Hijau telah mengajarkan kepada kita bagaimana pentingnya inovasi teknologi-benih unggul, pupuk, pestisida, dan mekanisasi pertanian-yang berhasil memberikan keuntungan yang luar biasa bagi si miskin melalui peningkatan efisiensi usaha tani, pendapatan yang meningkat, dan harga pangan yang rendah.

Peningkatan produktivitas, standar kehidupan, dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan akibat revolusi hijau telah mengangkat jutaan orang dari belitan kemiskinan.

Persentase populasi yang menderita kekurangan pangan di dunia menurun selama 30 tahun terakhir sejak Revolusi Hijau didengungkan, yaitu dari 28 persen pada periode 1969-1971 menjadi 17 persen pada tahun 1999-2001.

Penurunan persentase kekurangan pangan tertinggi disumbang oleh wilayah Asia Pasifik, yaitu dari 42 persen menjadi 16 persen. Penurunan yang kecil terjadi di Amerika Latin dan Karibia. Di wilayah Afrika Utara dan Timur penurunan persentase populasi yang menderita kekurangan pangan hanya terjadi pada dekade pertama Revolusi Hijau, sedangkan di Sub-Sahara Afrika praktis tidak mengalami penurunan. Jumlah orang yang menderita kekurangan pangan bahkan terus meningkat di kedua wilayah tersebut.

Penurunan persentase yang drastis penderita kekurangan pangan di wilayah Asia Pasifik sangat terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi pada tiga dekade terakhir. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi tersebut dipicu oleh pertumbuhan yang tinggi di sektor manufaktur, jasa, (khusus untuk Indonesia) ekspor migas, kayu dan bahan tambang, serta stabilitas wilayah yang tinggi.

Akibat pertumbuhan ekonomi yang meningkat, daya beli masyarakat terhadap pangan meningkat. Selain itu, juga meningkatkan daya beli petani terhadap sarana produksi sehingga produksi pertanian juga meningkat. Melalui logika sederhana tersebut, tampak sisi kelemahan laporan FAO tentang Revolusi Hijau yang sebenarnya dimaksudkan untuk menjustifikasi uraian selanjutnya tentang revolusi gen.

Revolusi gen

Kata "revolusi gen" sengaja digunakan oleh FAO untuk menyatakan bahwa masih ada harapan untuk mengulang "kesuksesan" Revolusi Hijau, dengan cara mengadopsi teknologi terkini di bidang pertanian yang dikenal dengan nama bioteknologi pertanian.

FAO menyarankan ke semua negara di dunia untuk membangun kapasitas, menyusun strategi dan program, serta menerapkan bioteknologi pertanian. Sayangnya dalam laporan tersebut FAO terjebak sehingga bisa diartikan bahwa "bioteknologi pertanian" adalah tanaman transgenik. Padahal, bioteknologi pertanian meliputi juga pengendalian hama terpadu dengan memanfaatkan agen hayati, efisiensi pemupukan dengan memanfaatkan mikrob tanah, teknologi modern pengomposan, dan peningkatan bahan organik tanah serta kultur jaringan.

Beberapa teknologi yang lebih canggih disinggung sepintas dalam laporan FAO, yaitu molecular marker assisted breeding, seleksi in-vitro, pengembangan vaksin dan diagnostik, inseminasi buatan dan multiple ovulation-embryo transfer (MOET) untuk produksi dan pemuliaan ternak, serta chromosome-set manipulation dan sex reversal untuk mengubah kelamin ikan dan peningkatan produktivitas.

Hampir semua uraian dalam laporan FAO tersebut mengulas berbagai keunggulan dan keuntungan bagi siapa pun yang menerapkan tanaman transgenik. Semakin cepat semakin besar keuntungan yang bisa diperoleh. Bahkan, Prof Ingo Potrykus (penemu golden rice) menyatakan siapa pun yang menolak teknologi tersebut dan menyebabkan terhambatnya penerapan tanaman transgenik dituduh sebagai "crimes against humanity".

Dalam laporan tersebut disebutkan, adopsi kapas Bt (produksi Monsanto) di Amerika Serikat telah memberikan keuntungan ekonomi per tahun rata-rata sebesar 200 juta dollar AS hingga 250 juta dollar AS yang terdistribusikan bagi industri sebesar 35 persen, petani 46 persen, dan konsumen 19 persen.

Keuntungan ekonomi penerapan kapas Bt juga didapatkan di Argentina, China, Meksiko, dan Afrika Selatan, yaitu masing-masing sebesar 23, 470, 295, dan 65 dollar AS per hektar per musim tanam.

Kedelai RR (tahan herbisida Roundup Ready, Monsanto) mendulang keuntungan ekonomi pada tahun 2001 lebih dari 1,2 miliar dollar AS. Konsumen diuntungkan sebesar 652 juta dollar AS akibat harga yang rendah, dan Monsanto menerima 421 juta dollar AS sebagai technology revenue.

Petani yang terlebih dahulu menanam kedelai transgenik RR di AS dan Argentina mendapat keuntungan lebih dari 300 juta dollar AS dan 145 juta dollar AS, sedangkan petani di negara yang tidak menanam kedelai RR dirugikan sebesar 291 juta dollar AS pada tahun 2001 akibat menurunnya harga kedelai di pasaran dunia sebesar dua persen.

Dalam laporan juga diulas mengenai potensi keuntungan ekonomi yang akan diperoleh oleh Filipina bila menanam Golden Rice (padi transgenik yang disisipi gen beta-karotin, prekursor vitamin A), yaitu sebesar 137 juta dollar AS. Sebaliknya negara-negara di Afrika Barat akan mengalami kerugian karena tidak mengadopsi kapas Bt sebesar 21 juta dollar AS hingga 205 juta dollar AS setiap tahunnya.

Transgenik

Tidak ada satu kalimat atau satu alinea pun yang menggambarkan hal negatif tentang tanaman transgenik. Dengan demikian, banyak orang menjadi curiga karena laporan menjadi too good to be true, serta menyiratkan agenda tersembunyi di balik itu semua. Entah kebetulan entah tidak laporan tersebut dilepas simultan di Roma, di mana kantor FAO berada dan di Washington, di mana USAID berada. Sangat kebetulan juga laporan berselang tepat satu bulan dengan mulai berlakunya Regulasi Uni Eropa tentang Genetically Modified Food and Feed (EC Regulation No 1829/2003 dan 1830/2003) yang lebih ketat dan berlaku efektif untuk 25 negara di Uni Eropa sejak 18 April 2004.

Sejak beberapa tahun terakhir ini AS mengalami kesulitan besar dalam memasarkan produk transgeniknya terutama jagung dan kedelai. Petani AS kehilangan pendapatan dari ekspor jagung dan kedelai ke Uni Eropa masing-masing sebesar 300 juta dollar AS dan 1 miliar dollar AS per tahun (Santosa, "Biopolitik Pangan, Pertarungan Dua Raksasa", Kompas 13/8/03).

AS kemudian mengadukan masalah tersebut ke WTO. Di sisi lain AS melakukan subsidi besar-besaran terhadap petani mereka yang menyebabkan harga beberapa komoditas di pasar internasional jatuh. Pada tahun-tahun terakhir AS melakukan praktik dumping beberapa komoditas pertanian di antaranya jagung dan kedelai yang menyebabkan penanaman kedelai di Indonesia secara ekonomis tidak lagi menguntungkan karena biaya produksi jauh di atas harga kedelai impor. Indonesia pernah disarankan untuk mengajukan ini ke forum WTO tahun lalu, tetapi tidak ada komitmen pemerintah tentang hal tersebut.

Berita menggembirakan datang dari Brasil yang bulan April lalu melaporkan AS ke WTO karena Pemerintah AS mensubsidi petani kapasnya (sejumlah 25.000 petani) sebesar 3 miliar dollar AS per tahun (80 persen hanya ke 2000 perkebunan besar). Subsidi tersebut telah menyengsarakan 15 juta petani kapas di Afrika, Asia, dan Amerika Latin karena keuntungan mereka menurun tajam yang mendorong mereka ke lembah kemiskinan.

Data-data tersebut di atas bertolak belakang dengan laporan FAO sehingga hari pelepasan laporan tersebut dikatakan juga sebagai a sad day for the global farming community, for democracy and good science. Rekayasa genetika penting, tetapi menjadi berwajah buruk ketika dipromosikan berlebihan sebagaimana dilakukan oleh FAO.

Posted by rahmadi from:
Sumber :
Dwi Andreas Santosa Peneliti Tamu di Center for Molecular Biology, Karlsruhe, Jerman.http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0408/04/ilpeng/1183488.htm
28 Februari 2009

Sumber Gambar :
http://www.indobic.or.id/

Minggu, Maret 08, 2009

Bahan Organik and thricoderma sp

Trichoderma harzianum dan Aspergillus sp pada Tanaman">Aplikasi Trichoderma harzianum dan Aspergillus sp pada Tanaman

Aplikasi Trichoderma harzianum dan Aspergillus sp pada tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan/produktivitas tanaman terutama di tanah-tanah marginal. Itu kesimpulan sementara yang saya peroleh dari beberapa hasil percobaan yang kami lakukan.

Kami memiliki beberapa koleksi fungi unggul. Salah satunya adalah Trichoderma harzianum DT 38. T. harzianum DT 38 ini memiliki beberapa keistimewaan, antara lain yang paling menarik adalah kemampuannya untuk merangsang pertumbuhan tanaman. Selain daripada itu T. harzianum DT 38 juga dapat digunakan untuk agen pendedali hayati penyakit yang disebabkan oleh Gonoderma. Isolat unggul lainya adalah Aspergillus sp yang merupakan fungi pelarut fosfat. Aspergillus sp ini sudah terbukti dapat melarutkan fosfat dari sumber-sumber yang sukar larut.

Ujicoba Awal pada Jagung

Kami mencoba untuk melihat pengaruh inokulasi kedua isolat ini pada tanaman. Pada awal-awal ujicoba kami menggunakan tanaman jagung. Tanah yang kami gunakan adalah tanah-tanah marginal (ultisol) yang kami ambil dari Cikopomayak, kab. Bogor. Tanah ini memiliki karakteristik antara lain: bersifat masam, kandungan bahan organik rendah, dan kapasitas tukar kationnya rendah. Tanah ini terkenal sangat miskin, tanaman apapun yang ditanam sulit tumbuh dan produktivitasnya pun sangat rendah. Meskipun sudah diberi pupuk yang cukup.

Perlakuan yang kami cobakan antara lain: (1) kontrol tanpa pemupukan sama sekali, (2) pemupukan standar dengan pupuk kimia, (3) pemupukan dengan pupuk organik Posmanik (produk dari PG Subang), dan (4) pemupukan Posmanik + inokukum mikroba (T. harzianum DT 38 dan Aspergillus sp). Sebenarnya kami juga melakukan perlakuan kontrol untuk masing-masing mikroba.

Hasil percobaan ini seperti terlihat pada gambar di bawah ini.






Keterangan:
K = kontrol tanpa pemupukan
S = pemupukan standard
A = pemupukan dengan Posmanik + Urea
B = seperti perlakuan A + inokulum T. harzianum dan Aspergillus sp.

Perlakuan kontrol untuk menguji tanah yang digunakan. Dari pertumbuhannya sangat jelas bahwa tanah yang digunakan adalah tanah yang sangat sangat miskin. Tanaman jagung seperti hidup segan mati tak hendak. Tumbuhnya lebih mirip rumput daripada tanaman jagung.

Tanaman jagung yang diberi pupuk kimia standar terlihat tumbuh lebih baik daripada kontrol. Namun demikian, pertumbuhan tanaman ini sangat tidak optimal. Ini juga mengindikasikan bahwa tanah tersebut memang tanah yang sangat marginal, terutama kandungan bahan organiknya yang rendah. Meskipun dosis pupuk ditingkatkan saya duga pertumbuhan tanaman tetap tidak optimal.

Perlakuan ketiga dengan menggunakan Posmanik memperlihatkan bahwa penambahan bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Posmanik ini adalah salah satu pupuk organik yand dibuat dari limbah pabrik gula. Meskipun demikian pertumbuhannya juga belum optimal.

Perlakuan keempat dengan menambahkan T. harzianum dan Aspergillus sp pada perlakuan A ternyata mampu meningkatkan pertumbuhan jagung. Tanaman tampak lebih tinggi dan lebih segar daripada perlakuan-perlakuan yang lain.

Ujicoba Awal pada Tebu

Di samping percobaan tersebut saya juga mencoba mengaplikasikkannya pada tanaman tebu. Ini juga ujicoba saja. Tanah dan bibit saya peroleh dari PG Subang, Jawa Barat. Percobaan yang dilakukan masih sama seperti pada tanaman jagung.

Hasil percobaan ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:








Keterangan:
K = kontrol tanpa pemupukan
S = pemupukan standard pupuk kimia
P = pemupukan dengan Posmanik + Urea
PR = pemupukan Posmanik + Urea + T. harzianum + Aspergillus sp

Hasil percobaan ini secara umum sama seperti pada percobaan jagung. Perlakuan kontrol juga menunjukkan pertumbuhan tanaman yang terhambat, malas tumbuh.

Pada perlakuan ke dua menunjukkan pertumbuhan yang baik. Dosis pupuk yang kami gunakan adalah dosis anjuran kebun PG Subang. Tebu tampak tumbuh dengan baik.

Perlakuan ketiga yang menggunakan Posmanik memperlihatkan bahwa pertumbuhan tanaman tebu yang diberi Posmanik lebih rendah daripada pemupukan standard, meskipun sudah diberi tambahan urea. Saya menduga bahwa Posmanik belum dapat menambah bahan organik tanah dan hara secara cukup ke tanaman. Selain itu Posmanik dibuat dari bahan organik yang masih mentah, mungkin memerlukan waktu untuk terdekomposisi dan menjadi tersedia bagi tanaman.

Perlakuan keempat menunjukkan bahwa penambahan mikroba (T. harzianum dan Aspergillus sp) dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu seperti pemupukan standar.

Percobaan Rumah Kaca dengan Jagung

Dari hasil dua percobaan di atas selanjutnya dilakukan percobaan yang lebih terarah di rumah kaca dengan menggunakan tanaman jagung. Kami melakukan sedikit modifikasi pada perlakuan yang dicobakan. Kami tidak lagi menggunakan Posmanik, tetapi menggunakan kompos dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Tanah yang digunakan masih tanah Cikopomayak yang terkenal marginal. Perlakuan yang dicobakan antara lain adalah sebagai berikut: (1) kontrol tanpa pemupukan, (2) inokulasi mikroba (T. harzianum + Aspergillus sp), (3) penambahan kompops, (4) pemupukan kompos dan mikroba (T. harzianum + Aspergillus sp).

Hasilnya secara umum sebagai berikut. Penambahan kompos dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti yang terlihat pada perlakuan C. Sedangkan penambahan mikroba saja belum cukup untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman (perlakuan B). Hasil ini juga mendukung hipotesa bahwa aktivitas mikroba tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah. Seperti yang sudah saya sampaikan di atas bahwa tanah yang digunakan adalah tanah yang sangat miskin kandungan bahan organik, mikroba tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah ini. Tetapi apabila dilakukan pemupukan kompos + mikroba memberikan hasil yang paling baik daripada semua perlakuan yang lain (D). Hasil ini juga mendukung hipotesis di atas.

Percobaan pada Pembibitan Sawit

Percobaan ini sebenarnya adalah kegiatan RUK 2005. Intinya masih sama seperti pada percobaan-percobaan sebelumnya yaitu inokulasi mikroba dan penambahan kompos TKKS. Saya sampaikan sebagian hasil dari percobaan tersebut.

Perhatikan gambar di bawah ini.
























Gambar sebelah kiri adalah bibit sawit yang ditanam tanpa pemberian kompos maupuan mikroba dan gambar sebelah kanan adalah bibit sawit yang diberi kompos namun tidak diberi mikroba. Terlihat bahwa bibit sawit yang diberi kompos tumbuh lebih baik daripada bibit sawit yang tidak diberi kompos. Sekali lagi ini membuktikan hipotesa akan peranan penting bahan organik (kompos) untuk pertumbuhan tanaman.

























Gambar sebelah kiri adalah bibit sawit yang diberi kompos dan gambar kanan adalah bibit sawit yang diberi kompos plus mikroba. Sangat berbeda sekali pertumbuhan bibit sawit yang diberi kompos + mikroba dengan perlakuan-perlakuan yang lain.

Hasil percobaan ini semakin memperkuat keyakinan akan arti penting mikroba dan bahan organik untuk pertumbuan tanaman.

Percobaan pada Tanaman Jati

Percobaan lain yang kami lakukan adalah percobaan pada tanaman jati. Percobaan ini dilakukan di salah satu kebun di Sumatera Selatan. Kondisi lahan juga cukup memprihatinkan, karena lahan ini adalah lahan marginal. Percobaan ini lebih fokus daripada percobaan sebelumnya. Kami tidak lagi menguji apakah kompos dan mikroba dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, karena kami sudah sangat yakin dengan percobaan-percobaan sebelumnya. Kami lebih fokus pada berapa dosis yang diperlukan untuk tanaman jati.

Percobaan dilakukan dengan percobaan faktorial (2 faktor) dengan tiga ulangan. Setiap unit perlakuan terdiri dari 20 tanaman jati. Faktor yang dicobakan adalah (1) dosis pupuk kimia dan (2) dosis kompos yang sudah diperkaya dengan mikroba. Dosis pupuk kimia kami cobakan dua taraf faktor, yaitu K100 = dosis pupuk kimia 100% dosis anjuran dan K50 = dosis pupuk kimia 50% dari dosis anjuran. Sedangkan dosis kompos yang dicobakan adalah B0 = tanpa kompos, B30 = 30 kg kompos/pohon, B60 = 60 kg/pohon, dan B90 = 90 kg/pohon.

Perhatikan gambar-gambar di bawah ini:


























































Hasilnya memperkuan hipotesis bahwa bahan organik dan mikroba memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan tanaman di tanah-tanah marginal.
Dari gambar tersebut juga terlihat bahwa pemberian 50% dosis pupuk kimia dan kompos jauh lebih baik daripada pemberian pupuk kimia saja.

Percobaan pada TBM Sawit

Selain di tanaman jati, kami juga mencoba pemberian kompos yang diperkaya mikroba pada TBM Sawit.

Hasilnya memperkuan hipotesis bahwa bahan organik dan mikroba memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan tanaman di tanah-tanah marginal.
Dari gambar tersebut juga terlihat bahwa pemberian 50% dosis pupuk kimia dan kompos jauh lebih baik daripada pemberian pupuk kimia saja.







































Padi dan Kebutuhan Air

Jumat, 2009 Januari 30

Seberapa Banyak Air Diperlukan Untuk Memproduksi Beras?

Oleh: Dr. Pudjiatmoko

Banyak orang bertanya, ”Seberapa banyak air yang diperlukan untuk memproduksi 1 kg beras?” tetapi masih sedikit jawaban yang memuaskan. Jawaban pertanyaan ini terletak pada definisi ”penggunaan air untuk bercocok tanam padi”. Kita dapat mengidentifikasikan tiga macam penggunaan ”air”, yaitu melalui 1) Transpirasi, 2) Evaporasi dan 3) Gabungan perembesan dan penapisan air.

Bercocok tanam padi menggunakan air melalui proses transparirasi untuk mendinginkan tanaman dan membawa unsur hara yang dibutuhkan tanaman dari tanah naik ke atas sampai ke daun. Proses ini merupakan penggunaan air secara nyata, tumbuhan mengambil air dan melepaskannya ke atmosfir melalui transpirasi. Air yang dipergunakan dalam proses ini tidak dapat dipergunakan kembali oleh tumbuhan yang sama dalam siklus pertumbuhan yang sama. Air yang ditranspirasi tersebut masuk ke siklus air alam dan pada waktunya kembali ke bumi lagi melalui hujan atau salju.

Untuk bercocok tanam padi terdapat tanaman padi dan tanah sebagai media bercocok tanam. Disamping transparasi dari tumbuhan, air yang diatas tanah meninggalkan tempat bercocok tanam melalui evaporasi. Seperti transpirasi, evaporasi air menghilang dan tidak dapat digunakan lagi oleh tanaman yang sama dalam masa siklus pertumbuhannya. Kombinasi dua jenis penggunaan air oleh tanaman padi ini disebut ”evapotranspirasi”.

Air di sawah sering digenangkan dalam jumlah cukup banyak sehingga dapat mencukupi kebutuhan tanaman padi. Selain evapotranspirasi seperti tersebut diatas, air dapat mengalir ke luar sawah melalui perembesan dan penapisan: menuju kesamping dan ke bawah mengalir melalui tanah dan mengalir ke luar sawah. Bagi seorang petani, hal ini merupakan kehilangan air yang nyata. Ketika air dipergunakan untuk tanaman padi di sawah petani dapat mempertimbangkan jumlah air yang terpakai untuk evapotranspirasi, perembesan dan penapisan. Petani memerlukan air irigasi yang cukup, untuk menggantikan air hujan jika curah hujan tidak cukup. Pada hamparan sawah yang lebih luas, perembesan dan penapisan air dari suatu sawah masuk ke air tanah atau selokan air maupun anak sungai. Dengan air tersebut petani lain bisa menggunakannya lagi untuk mengaliri sawah yang lain. Sedangkan air untuk evapotranspirasi tidak dapat dipergunakan kembali.

Penggunaan air tanaman padi melalui transpirasi

Menurut Haefele dkk (2008) dalam kajian percobaan di dalam pot dan greenhouse yang dilaksanakan di International Rice Research Institute (IRRI) memperlihatkan bahwa penggunaan air untuk memproduksi 1 kg gabah berkisar antara 500 – 1.000 liter. Kebutuhan air untuk tanaman padi terbanyak dibandingkan dengan cereal lain seperti gandum (Wheat) dan Barley.

Penggunaan air tanaman padi melalui evapotranspirasi

Perkiraan penggunan air melalui evapotranspirasi dalam sawah padi di dunia adalah 859 kubik kiloliter per tahun. Produksi beras gabah sedunia diperkirakan sejumlah 600 juta ton. Untuk memproduksi satu kilogram gabah memerlukan 1,432 liter air avapotranspirasi. Secara kasar rata-rata penggunaan air untuk budidaya padi sedunia dunia sama dengan untuk budidaya Wheat, akan tetapi lebih tinggi dari pada penggunaan untuk budidaya jagung dan Barley. Menurut Falkenmark dan Rockstrom (2004) untuk memperoleh satu kilogram Wheat memerlukan air sebanyak 1.480 liter, jagung (Maize) 1.250 liter, dan Barley 1.000 liter. Sedangkan menurut Chapagain and Hoekstra (2004) untuk memperoleh satu kilogram Wheat memerlukan air sebanyak 1.300 liter dan untuk jagung 900 liter.

Jumlah air yang dibutuhkan dalam evapotranspirasi untuk budidaya padi sangat bervariasi. Menurut Zwart and Bastiaansen (2004) hasil penelitian untuk sawah dataran rendah menyebutkan jumlah air evapotranspirasi untuk menghasilkan satu kilogram beras paling sedikit 625 liter, pertengahannya 909 liter dan paling banyak 1.667 liter.

Penggunaan air per tahun secara global pada evapotranspirasi dilihat dari peruntukannya, menurut Chapagain dan Hoekstra (2004) menyebutkan untuk keperluan makanan sebesar 6.390 kilometer kubik, bidang Industri 716 kilometer kubik dan keperluan domestik 344 kilometer kubik, sedangkan menurut Falkenmark dan Rockstrom (2004) untuk makanan 7.200 kilometer kubik, industri 780 kilometer kubik dan untuk domestik 180 kilometer kubik. Kebutuhan untuk memproduksi beras total sedunia adalah 12 – 13 % dari jumlah air evapotranspirasi yang diperlukan untuk memproduksi semua bahan makanan di dunia. Sebagai catatan bahwa rumput dan bahan pakan ternak termasuk kebutuhan peternakan.

Penggunaan air sawah untuk tanaman padi melalui evapotranspirasi, rembesan dan penapisan air

Rata-rata sekitar 2.500 liter air yang diperlukan (dengan air hujan dan / atau irigasi) tanaman padi untuk memproduksi satu kilogram gabah padi. Angka 2.500 liter ini dihitung dari evapotranspirasi, perembesan dan penapisan. Rata-rata angka ini berasal dari data penelitian terhadap sawah perorangan di Asia. Angka-angka dari hasil penelitian tersebut sangat beragam yaitu antara 800 – 5.000 liter lebih. Keberagaman ini disebabkan tata laksana budidaya yang beragam seperti penggunaan varietas tanaman, penggunaan pupuk dan cara penanggulangan penyakit, juga tergantung pada iklim dan kesuburan tanah yang berbeda. Penggunaan air di sawah yang ditanami padi diperlukan air 2 - 3 kali lebih banyak dibandingkan tanaman cereal utama yang lain.

Meskipun kebutuhan air untuk evapotranspirasi dalam memproduksi padi hampir sama dengan Wheat, padi memerlukan lebih banyak air sawah dari pada tanaman cereal yang lain karena diperlukan pengaliran air yang tinggi baik rembesan maupun penapisan. Akan tetapi air yang mengalir tersebut dapat diambil dan dipergunakan lagi di bagian hilir. Efisiensi penggunaan air untuk tanaman padi dalam sistem irigasi yang dikelola dengan banyak sawah bisa lebih tinggi dari pada penggunaan air untuk sawah perorangan. Sekitar 1/4 – 1/3 sumber air bersih yang dibangun di dunia digunakan untuk irigasi padi.

Sebagai bahan catatan bahwa beras merupakan bahan makan pokok yang dikonsumsi oleh separuh populasi manusia di planet bumi ini.

Sehubungan dengan peningkatan produksi padi perlu kita perhatikan masalah krisis air, imbas perubahan iklim terhadap pola curah hujan serta penggunaan saluran air irigasi di perkotaan dan wilayah industri. Ketika terjadi kelangkaan air untuk pertanian diperlukan peningkatan teknologi penghematan air seperti aerobic rice yaitu varietas padi yang tumbuh baik di sawah yang tidak tergenang air, dan sistem irigasi yang lebih efisien seperti pengairan dan pengeringan sawah secara bergantian.

Sumber : Rice Today, Vol 8, No. 1, 2009.

Padi Transgenik


Jumat, 2009 Januari 30
Posted by rahmadi from : http://informasi-pertanian.blogspot.com/2009_01_01_archive.html

LIPI Siap Luncurkan Padi Transgenik

YOGYAKARTA, KOMPAS - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia siap meluncurkan padi transgenik tahan hama mulai tahun depan. Varietas padi yang belum bernama ini telah lolos uji lapangan dan analisis mengenai dampak lingkungan.
Ketua LIPI Umar Anggara Jenie mengatakan, padi tahan hama penggerek batang dan wereng ini sebenarnya telah siap diaplikasikan. Namun, padi ini masih harus melalui tahap uji keamanan pangan (biosafety) sebelum didistribusikan kepada petani. Tahap terakhir ini diperkirakan memakan waktu setahun.
”Setelah itu baru varietas padi baru ini akan memperoleh sertifikat dan bisa dilepas,” katanya seusai Seminar Nasional Perkembangan Bioteknologi Indonesia di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Jumat (30/1).
Menurut dia, padi hasil rekayasa genetika ini telah melalui uji lapangan selama empat tahun. Varietas ini juga telah dinyatakan aman terhadap lingkungan melalui uji amdal. Mengingat tanaman transgenik masih jadi kontroversi, LIPI akan mengadakan sosialisasi ke masyarakat.
Umar menerangkan, varietas padi ini dikembangkan dengan menggunakan padi varietas asli Indonesia, antara lain Rojolele dan Cisadane. Dengan memanfaatkan bakteri tanah jenis Bacillus thuringiensis, penelitian bertujuan merekayasa sifat gen padi sehingga tahan hama.
Pengembangan padi tahan hama dipilih karena hama merupakan ancaman besar bagi keberhasilan pertanian padi di Indonesia. ”Kondisi alam dan iklim di Indonesia sangat memungkinkan hama berkembang biak cepat dan banyak,” ujar Umar.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi LIPI juga berupaya mengembangkan padi tahan kekeringan, banjir, dan gulma. ”Pertanian padi di Indonesia menghadapi empat ancaman terbesar, yaitu kekeringan, banjir, hama, dan gulma. Karena itu, padi yang bisa mengatasi empat ancaman itu menjadi prioritas penelitian di LIPI,” kata Umar.

Ketergantungan
Pemerhati pertanian dari UGM, Mochammad Maksum, mengatakan, guna menjaga ketahanan pangan di Indonesia, peluncuran padi transgenik jangan sampai menjadi ketergantungan baru pada petani. Pasalnya, ketergantungan petani akan mengancam ketahanan pangan.
”Varietas ini harus bisa ditangkarkan sendiri oleh petani, seperti varietas lokal,” katanya. Menurut Maksum, selama ini petani Indonesia sudah terlalu bergantung pada industri pertanian sehingga kehilangan kemandirian. Selain bergantung pada pupuk kimia, petani juga bergantung pada bibit unggul yang tak bisa mereka bibitkan sendiri sehingga harus membeli dengan harga relatif mahal. ”Padahal, dulu petani Indonesia bisa bertahan karena mampu memelihara dan mengembangkan sendiri padi lokal,” katanya. (IRE)



Selasa, Maret 03, 2009

Info Menteri Pertanian

Program Pembangunan Pertanian Berbasis Aspirasi Masyarakat Petani
Sumber Berita : Sekretariat Jenderal
Posted by Rahmadi from www.deptan.go.id


Memasuki tahun ke lima pelaksanaan program pembangunan pertanian, Kabinet Indonesia Bersatu 2004 – 2009, Menteri Pertanian, Anton Apriyantono melakukan monitoring dan evaluasi terhadap keberhasilan pelaksanaan program pembangunan pertanian yang diluncurkan sejak empat tahun yang lalu, diawali oleh pencanangan “Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan” pada tahun 2005 oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Kegiatan monitoring dan evaluasi ini dilakukan melalui rangkaian kunjungan kerja ke lapangan. Setelah melakukan kunjungan kerja ke wilayah Banten, Jawa Barat bagian selatan dan Jawa Tengah, pada tanggal 18 – 23 Februari 2009, Mentan dan rombongan menyusuri jalur darat wilayah Sumatera bagian barat dimulai dari Jambi, Bengkulu, Lampung dan Sumatera Selatan. Mentan berdialog langsung dengan berbagai komponen masyarakat pertanian mulai dari kelompok-kelompok tani, penyuluh pertanian sampai aparat pemerintah di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan maupun desa sedikitnya di 17 desa, 17 kecamatan dan 15 kabupaten/kota. Kunjungan kerja ini juga diikuti oleh 9 (sembilan) pejabat eselon satu dan sejumlah eselon II, III dan IV.

Saat berdialog langsung dengan berbagai komponen masyarakat pertanian di berbagai tingkatan wilayah ini, Mentan menegaskan bahwa kunjungan ini bertujuan untuk (1) mengetahui secara langsung potensi dari setiap wilayah, (2) memantau secara obyektif pelaksanaan program-program Departemen Pertanian yang digulirkan kepada masyarakat, (3) menggali aspirasi, kebutuhan serta persoalan yang dihadapi masyarakat, dan (4) memberikan solusi baik jangka pendek maupun menengah terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat pertanian di lapangan.

Setidaknya ada 6 program yang manfaatnya sangat dirasakan oleh masyarakat petani, pekebun dan peternak yang terungkap selama dialog berlangsung hampir di semua tempat kunjungan, yaitu: (1) Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) dirasakan sebagai program pemacu penguatan awal permodalan kelompok dan sebagai cikal bakal terbangunnya kelembagaan keuangan mikro di pedesaan. (2) SL-PTT; yang diikuti dengan pendampingan penyuluh dan tenaga POPT serta subsidi benih bermutu, telah mendorong kelompok tani secara bertahap mengurangi ketergantungan terhadap pupuk dan bahan pengendalian hama penyakit kimia sintetis, dengan perolehan hasil panen 7 – 21 % lebih tinggi dari pola pertanian konvensional, (3) Primatani, merupakan program akselerasi penerapan inovasi teknologi, mampu meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan kesejahteraan para anggota kelompok tani yang terlibat dalam program tersebut, (4) LM-3, secara nyata menciptakan kemandirian lembaga-lembaga keagamaan di bidang ekonomi, menjadi motor penggerak agribisnis di lingkungan masyarakat sekitarnya serta menghasilkan lulusan santri yang kuat di bidang aqidah dan siap menjadi wirausaha di bidang agribisnis, (5) JITUT DAN JIDES yang pembangunannya dilaksanakan dengan pola swadaya masyarakat, tidak hanya menumbuhkan rasa kepemilikan yang kuat, tetapi juga tepat sasaran dan kebutuhan serta meningkatkan intensitas penanaman dari satu kali setahun menjadi 2 kali setahun; serta (6) revitalisasi perkebunan, yang banyak membantu para petani pekebun melakukan peremajaan tanaman. Terungkap juga bahwa situasi kritis yang menimpa para pekebun sebagai dampak krisis financial global sudah terlampaui. Harga sawit (TBS) di tingkat petani sudah mencapai antara Rp. 970,- sampai Rp. 1050,- per Kg, sedangkan pendapatan petani karet juga sudah mulai merayap mencapai sekitar Rp. 40.000/hari/Ha. Persoalan yang dihadapi pekebun saat ini khususnya petani pekebun swadaya adalah kekurangan tenaga kerja.

Pada kesempatan tersebut Menteri Pertanian juga menangkap berbagai persoalan yang masih dihadapi dan dikeluhkan oleh para petani. Mentan menyatakan akan memberikan prioritas penanganannya, dan beberapa diantaranya akan dikoordinasikan dengan instansi terkait, antara lain (1) buruknya sarana jalan terutama di sepanjang jalan menuju dan keluar dari kabupaten Kerinci, menyebabkan tidak optimalnya penanganan potensi agribisnis hortikultura di kabupaten ini. Sarana jalan yang buruk ditambah minimnya penanganan pasca panen, menyebabkan potensi yang tinggi belum mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat/petani, (2) ketersediaan serta langka dan mahalnya harga pupuk bersubsidi dan non subsidi dikeluhkan oleh para petani terutama petani pekebun, (3) irigasi, di beberapa daerah tertentu memerlukan perbaikan besar-besaran, karena sebagian besar saluran irigasi rusak dan kurang berfungsi, sementara di daerah lainnya sangat mendesak dibangunnya irigasi yang baru, dan (4) harga pembelian DOLOG terhadap gabah dan beras petani yang masih di bawah HPP. Di Kabupaten OKI Sumatera Selatan, misalnya, DOLOG membeli harga beras petani Rp. 4300,- /Kg, sementara HPP Rp. 4500,-/Kg. Lebih rendahnya harga pembelian DOLOG kemungkinan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya masalah mutu.

PRESS RELEASE
PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN BERBASIS ASPIRASI MASYARAKAT PETANI
(HASIL KUNJUNGAN KERJA MENTERI PERTANIAN DI
WILAYAH SUMATERA BAGIAN BARAT)

Sumber: Biro Hukmas Deptan

Program,Visi dan Misi Dinas Pertanian & Peternakan Lombok tengah

PROGRAM TAHUN 2008
I.
Program Peningkatan Kesejahteraan Petani

1. Peningkatan kemampuan lembaga petani

II. Program Peningkatan Ketahanan Pangan (Pertanian/Perkebunan)

1. Penanganan daerah rawan pangan

2. Penyusunan data base potensi produksi pangan

3. Penanganan pasca panen dan pengelohan hasil pertanian

4. Pengembangan intensifikasi tanaman padi, palawija

5. Pengembanagan pertanian pada lahan kering

6. Peningkatan mutu dan keamanan pangan

7. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk perkebunan, produk pertanian

8. Pengembangan perbenihan/perbibitan

III. Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian.Perkebunan

1. Pembangunan pusat-pusat penampungan produksi hasil pertanian/perkebunan masyarakat yang akan dipasarkan

IV. Program Peningkatan Penerapan Teknologi Pertanian/Perkebunan

1. Pengadaan sarana dan prasarana teknologi pertanian/perkebunan tepat guna

2. Penyuluhan penerapan teknologi pertanian/perkebunan tepat guna

V. Program Peningkatan Produksi Pertanian/Perkebunan

1. Penyuluhan peningkatan produksi pertanian/perkabunan

2. Penyediaan sarana produksi pertanian/perkebunan

3. Pengembangan bibit unggul pertanian/perkebunan

VI. Program Pemberdayaan Penyuluh Pertanian/Perkebunan Lapangan

1. Peningkatan kapasitas tenaga penyuluh pertanian/perkebunan

VII. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Ternak

1. Pemeliharaan kesehatan pencegahan penyakit menular ternak

2. Monitoring, evaluasi dan pelaporan

VIII. Peningkatan Peningkatan Produksi Hasil Peternakan

1. Pendistribusian bibit ternak kepada masyarakat

2. Pengembangan agribisnis peternakan

IX. Program Peningkatan Penerapan Teknologi Peternakan

1. Pengadaan sarana dan prasarana teknologi peternakan tepat guna

2. Pemeliharaan rutin/berkala sarana dan prasarana teknologi peternakan tepat guna


Visi dan Misi

VISI DAN MISI

  1. Visi

Visi Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Tengah adalah “Terwujudnya Pertanian Tangguh Berbasis Sumber Daya Lokal”

B. Misi

Untuk mewujudkan misi yang diemban adalah

v Mendorong peningkatan produksi tanaman pangan dan peternakan untuk ketahanaan pangan dan penyediaan bahan baku industri secara berkelanjutan

v Mendorong usaha agribisnis yang berdaya saing dipasar regional, nasional maupun global

v Mendorong terwujudnya petani dan peternak yang kreatif, inovatif dan mandiri

Minggu, Maret 01, 2009

Angka Tetap dan Angka Ramalan

RAKOR PENYUSUNAN ANGKA TETAP (ATAP) TAHUN 2007 DAN ANGKA RAMALAN II (ARAM) TAHUN 2008

PDF

Print

E-mail

Posting by rahmadi from: http://ditjentan.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=64&Itemid=1

Monday, 15 September 2008

Pelaksanaan rapat pembahasan angka tetap tahun 2007 dan angka ramalan II tahun 2008 di Pekanbaru (Riau) pada tanggal 10 - 12 Juni 2008, yang dibuka langsung Direktur Jenderal Tanaman Pangan dan dihadiri oleh para pejabat dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian, BMG, BPS Pusat serta unsur Dinas Pertanian dan BPS Propinsi seluruh Indonesia.

1. Angka Tetap (ATAP) Tahun 2007 dan Angka Ramalan II (ARAM II) Tahun 2008 produksi tiga komoditi tanaman pangan sebagai berikut :
Angka Tetap (ATAP) Tahun 2007 :
Produksi padi sebesar 57.157.435 ton gabah kering giling (GKG), meningkat 2.702.498 ton gabah kering giling (4,96 %) dari produksi tahun 2006 (54.454.937 ton GKG)

2. Produksi jagung sebesar 13.287.527 ton pipilan kering, meningkat 1.678.064 ton pipilan kering (14,45 %) dari produksi tahun 2006 (11.609.463 ton pipilan kering).

3. Produksi kedelai sebesar 592.534 ton biji kering, menurun 155.077 ton biji kering (-20,74 %) dari produksi tahun 2006 (747.611 ton biji kering).

Angka Ramalan II (ARAM II) Tahun 2008 :

1. Produksi padi sebesar 59.877.219 ton GKG, meningkat 2.719.784 ton GKG (4,76 %) dari produksi tahun 2007 (ATAP).

2. Produksi jagung sebesar 14.854.050 ton pipilan kering, meningkat 1.566.523 ton pipilan kering (11,79 %) dari produksi tahun 2007 (ATAP).

3. Produksi kedelai sebesar 723.535 ton biji kering, meningkat 131.001 ton biji kering (22,11 %) dari produksi tahun 2007 (ATAP).

Selanjutnya kami sampaikan beberapa hal penting terkait dengan ATAP tahun 2007 dan ARAM II tahun 2008, sebagai berikut :
Angka Tetap (ATAP) Tahun 2007 :

1. Produksi padi tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 2.702.498 ton GKG (4,96 %) bila dibanding tahun 2006 (ATAP). Peningkatan produksi disebabkan adanya bantuan benih (hibrida dan non hirida), air tersedia dalam jumlah yang cukup sebagai dampak dari curah hujan yang merata sepanjang tahun dan adanya subsidi pupuk sehingga produktivitas meningkat, serta adanya program pencetakan sawah menyebabkan luas panen meningkat.

2. Untuk jagung, produksi tahun 2007 merupakan produksi tertinggi yang pernah dicapai yaitu sebesar 13.287.527 ton pipilan kering. Peningkatan produktivitas jagung disebabkan oleh peningkatan penggunaan benih jagung hibrida di propinsi sentra. Adanya insentif harga yang cukup baik akibat harga jagung impor yang cukup tinggi, serta makin meluasnya kemitraan antara petani dan stakeholders, membuat petani bergairah untuk bertanam jagung, sehingga luas panen jagung meningkat

3. Sedangkan untuk kedelai mengalami penurunan produksi, disebabkan baik oleh kondisi curah hujan yang cukup tinggi dan kurangnya kepastian harga di tingkat petani sehingga petani kurang bergairah menanam kedelai.

Angka Ramalan II (ARAM II) tahun 2008 :

1. Produksi padi tahun 2008 diramalkan mengalami peningkatan sebesar 2.719.784 ton GKG (4,76 %) bila dibanding tahun 2007 (ATAP). Peningkatan produksi disebabkan air tersedia dalam jumlah yang cukup dan adanya subsidi pupuk sehingga produktivitasnya meningkat.

2. Produksi jagung tahun 2008 diramalkan mengalami peningkatan sebesar 1.566.523 ton pipilan kering (11,79 %) bila dibanding tahun 2007 (ATAP) akibat peningkatan luas panen dan produktivitas, disamping meningkatnya penggunaan benih jagung hibrida.

3. Produksi kedelai tahun 2008 diramalkan mengalami peningkatan sebesar 131.001 ton biji kering (22,11 %) bila dibanding tahun 2007 (ATAP) dengan adanya bantuan benih, sehingga luas panen dan produktivitasnya meningkat.

Peningkatan Produktifitas Kedelai pada SLPTT Kedelai

SLPTT Tahun 2008 ini Kabupaten Lombok Tengah mendapat alokasi 4000 Ha untuk komoditas kedelai, dilaksanakan di 9 kecamatan , 4 kecamatan melaksanakan pada Musim Kemarau I (Kec. Pujut, Praya timur, dan kec. Praya Tengah dan Praya Barat pelaksanaanya pada MK I dan MK II). Berdasarkan RDKK yang diusulkan pelaksanaan pada Musim Kemarau I (MK I) seluas 1250 Ha (31,25 %) pada 44 Kelompok tani dan pada Musim Kemarau II (MK II) seluas 2750 Ha (68,75%) pada 148 Kelompok tani. Outcame dari pelasksanaan SLPTT ini nampak dari peningkatan produktifitas yang signifikan bila dibandingkan dengan areal diluar SLPTT seperti digambarkan dalam tabel dibawah ini:

Tabel Produktifitas Kedelai

No

Kecamatan

Produktifitas Rata- rata (kw/Ha)

Keterangan

LL

Diluar LL

Diluar SLPTT

1

Praya Barat

14,56

12.36

11.14

Yang melaksanakan pada MK I

2

Janapria

9,25

7.44

4.80

3

Pujut

12,76

11.50

8.40

4

Praya

14

12.14

11.37

5

Praya Barat Daya

8,0

7,54

6,0

6

Jonggat

18,70

15.20

10.27

7

Praya Tengah

14,78

12.36

10.66

8

Pringgarata

16,32

14.15

12.55


9

Praya Timur

15,56

12.15

10.87




Foto kegiatan SLPTT (Sekolah lapang dan unit Laboratorium Lapang) kedelai di salah satu kelompok di kec Jonggat dapat dilihat dibawah ini: