Kita tahu begitu banyaknya petani kita
belum memahami bahwa idealnya tanah sebagai media tumbuh tanaman perlu
keseimbangan aspek fisika, kimia, dan biologi. Bahkan, di antara
kita yang sudah tahu hal tersebut tidak mau tahu. Indikasinya, puluhan tahun
lahan pertanian intensif nyaris tidak disuplai pupuk hayati sebagai salah satu
aspek biologi. Bahkan hanya memaksakan diri menyuplai dengan jumlah berlebihan
pupuk dan pestisida kimia sintetis.
Akibatnya, tanah kita
sakit kronis komplikatif dengan indikasinya C organik hanya 1%, padahal dahulu
3%, residu logam berat hasil pertanian mendekati ambang batas, akibatnya
ditolak pasar dunia. Tentu ada alasan kesehatan tapi tetap kita konsumsi dan tetap kita
produksi.
Kita bagai hanya
menambang C organik tanah berlebihan dalam jangka panjang tanpa menyuplai bahan
organik berlebihan pula. Kita bagai menikmati kekayaan mikroba/ pupuk hayati
tersedia tapi tanpa membiakkan (inokulan) di lahan. Akibatnya nyaris punah dan
akibatnya lagi multifungsi aspek biologi tidak tercapai. Hasil pertanian kurang
sehat dan usaha pertanian juga kurang sehat, tentu peningkatan minat untuk
bertani kurang sehat pula.
Yang sudah biarlah
jadi hikmah, proses belajar. Toh bila nasi terlanjur jadi bubur tak
mungkin jadi nasi lagi. Kita harus sehatkan lahan secepatnya, karena kitalah
pelaku yang menjadikan lahan pertanian menjadi sakit seperti kondisi sekarang
ini. Berikut merupakan langkah-langkah menyehatkan lahan pertanian secara ramah
lingkungan dan berkelanjutan:
1. Benamkan
jerami (jangan dibakar) karena memiliki kelebihan-kelebihan luar biasa, di
antaranya menyediakan P dan K sangat tinggi dan media berbiaknya mikroba. Hasil
penelitian Sugiyanta dan Irman (2010) menunjukkan bahwa hasil gabah basah per
hektar tanaman padi yang menggunakan pupuk hayati + 0.5 dosis NPK + jerami atau
pupuk kandang + pupuk hayati + 0.5 dosis NPK + jerami lebih tinggi ± 11%
daripada hasil gabah tanaman padi yang menggunakan pupuk NPK kimia sintetis saja.
Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan pupuk hayati dapat mengurangi
penggunaan pupuk anorganik dengan biaya produksi yang jauh lebih ringan dan
volume hasil yang lebih tinggi, sehingga keuntungan yang diperoleh petani
meningkat tajam. Selain itu, dampak jangka panjangnya adalah positive multiplayer
effect dari kelestarian lahan pertanian untuk generasi yang akan
datang.
2. Berikan pupuk
kompos ataupun pupuk kandang yang memiliki kadar C organik tinggi (minimal
15%), sebanyak minimal 3 ton/tahun.
3. Biakkan pupuk hayati yang memiliki
kandungan jenis (strain) majemuk dan populasi koloninya yang tinggi (minimal
sepuluh pangkat lima)
4. Kurangi
penggunaan bahan-bahan kimia sintetis yang memacu percepatan sakit parahnya
lahan pertanian kita.
Karena kita sudah
menabung Phospat dan Kalium jumlah besar selama puluhan tahun di lahan kita
yang tidak bisa maksimal terkonsumsi oleh tanaman maka jadi pertimbangan serius
untuk memakai pupuk hayati yang komposisinya mengandung bakteri Bacillus,
Pseudomonas, Pelarut P dan Pelarut K.
Beberapa jenis fungi
dan bakteri seperti Bacillus polymyxa, Pseudomonas striata, Aspergillus
awamori, dan Penicillium digitatum diidentifikasikan
mampu melarutkan P yang sukar larut menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman
(Prihatini et al., 1996).
Sungguh betapa indahnya jika kaum petani menyadari
bahwa idealnya bertani adalah sehatkan diri sendiri, sehatkan sesama, dan
sehatkan lingkungan, niscaya sehat dihadapan-Nya. “Kesehatan memang
bukan berarti segalanya, tapi segalanya tiada berarti tanpa kesehatan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar