Selasa, Januari 07, 2014

Alasan Perlunya Sistem Pertanian Terpadu



Sekitar 200 tahun yang lalu, Thomas Malthus mengajukan sebuah teori tentang hubungan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi yang masih dipercaya hingga saat ini. Dalam teorinya, Thomas Malthus merumuskan sebuah konsep tentang pertambahan hasil yang semakin berkurang. Malthus melukiskan sebuah kecenderungan universal bahwa jumlah populasi di suatu negara akan meningkat sangat cepat menurut deret ukur atau tingkat geometrik setiap 30 – 40 tahun. Sementara itu karena adanya proses pertambahan hasil yang semakin berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap, yaitu tanah maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung atau tingkat aritmetik (Todaro dan Smith, 2004).
Sebagai gambaran yang bisa mendukung teori Malthus adalah bahwa populasi penduduk dunia pada tahun 1950 hanya 2,5 milyar dan meningkat menjadi 5,3 milyar pada 1990 dan pada 2030 akan menjadi 8,9 milyar. Maka benarlah jika pertumbuhan populasi penduduk mengikuti deret ukur sebagaimana disampaikan oleh teori Malthus. Besarnya pertumbuhan penduduk selanjutnya akan meningkatan permintaan akan pangan. The World Food Summit-FAO di Roma pada 1997 memprediksi bahwa produksi pangan dan pakan di negara berkembang harus meningkat tiga kali lipat pada tahun 2050. Peningkatan tersebut  untuk memenuhi tuntutan populasi manusia yang diperkirakan meningkat dua kali lipat dan aspirasi mereka untuk standart hidup yang lebih tinggi. Menurut laporan PBB tahun 2005, permintaan pangan meningkat 70 – 85 % dalam 50 tahun kedepan dan air bersih meningkat antara 30 – 85 %. Peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan penyediaan pangan sehingga terdapat satu disparitas yang tumbuh antara peningkatan populasi dunia dengan kapasitas produksi pangan dunia yang lajunya lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk. Disparitas tersebut ditunjukkan oleh penyediaan pangan perkapita terus menurun di dunia.
Dunia telah berusaha dalam meningkatkan produksi pangan agar sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Revolusi hijau telah berhasil mencukupi pangan pada era 60 – 80 an melalui penggunaan mesin, pupuk, pestisida dan bibit unggul. Banyak negara yang menikmati hasil dari revolusi hijau termasuk Indonesia yang berhasil mencapai swasembada beras pada 1984 melalui program Bimas. Namun saat ini, revolusi hijau telah terbukti menimbulkan beragam masalah. Tanah menjadi berkurang kesuburannya akibat penggunaan pupuk yang berlebihan. Indikator rusaknya tanah akibat pengunnaan pupuk kimia yang berlebihan adalah tanah pertanian yang teksturnya semakin keras. Selain itu, kenaikan produksi dapat terjadi jika dibarengi dengan peningkatan penggunaan pupuk. Efek negatif lainnya adalah degradasi lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Banyak produk pertanian yang terkontaminasi oleh pestisida dan berakibat buruk pada kesehatan terutama penyebab penyakit degeneratif. Penggunaan pestisida yang berlebihan juga menimbulkan banyak hama yang resisten apalagi didukung oleh penanaman yang sejenis (monokultur).

Yang paling penting untuk ditindaklanjuti adalah berkurangnya nilai yang diterima petani akibat besarnya biaya input dalam pertanian. Revolusi hijau menuntut input dengan biaya yang besar seperti benih, pupuk, pestisida, energi, pakan, obat-obatan dan tenaga kerja. Besarnya biaya input menyebabkan hasil yang diperoleh petani semakin kecil, terutama petani rakyat yang mempunyai lahan kecil dan menggantungkan modalnya kepada rentenir. Apalagi nilai hasil pertanian saat ini secara nominal lebih tinggi namun secara riil semakin berkurang.
Data Bank Dunia dalam “2001 World Development Indicators” memperlihatkan bahwa secara agregat indeks harga pertanian pada 1960 nilainya 208, dan pada 2000 menjadi 87 sehingga nilai riil pertanian berkurang 2,39 kali. Secara lebih rinci, dengan menggunakan nilai dolar pada 1990 maka harga riil pada tahun 2000 dibandingkan dengan tahun 1960, beberapa komoditas pertanian penting semuanya menjadi lebih murah. Harga beras tahun 2000 lebih murah 2,58 dari tahun 1960. Begitu juga dengan komoditas lain seperti karet, kopi arabika, teh, kelapa sawit, beras, jagung, dan gula. Maka wajar jika banyak petani mengeluhkan nilai komoditas pertanian yang semakin murah dan tidak ada harganya dibandingkan dengan komoditas non pertanian. Jika pada tahun 1980 petani dengan lahan 1 ha saja sudah bisa menjadi saudagar maka saat ini petani dengan lahan 1 ha hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja dengan catatan tidak ada gagal panen. Ketidakadilan yang dialami petani rakyat dalam skala yang lebih luas juga terjadi karena negara berkembang hanya dijadikan sebagai pemasok bahan baku dan menjadi pasar dari hasil pengolahan bahan baku yang dilakukan oleh negara berkembang. Petani menjual produk dengan harga murah dan terus murah dan membeli hasil olahan yang mahal dan terus mahal.
Peran Peternakan dalam Sub Sektor Pertanian
Peternakan adalah salah satu bagian dari pertanian yang memiliki nilai strategis tersendiri. Dalam kehidupan sehari-hari peternakan dapat digambarkan melalui pemanfaatan produk-produknya. Produk peternakan diasosiasikan dengan standart hidup yang tinggi dimana ketika standart hidup meningkat maka konsumsi produk ternak meningkat. Daging, telur dan susu berikut produk olahannya selalu dijadikan standart kecukupan protein. Dan konsumsi produk peternakan di Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan negara lain khususnya negara maju atau dengan kata lain standart kehidupan di Indonesia cukup rendah.
Namun permasalahan yang cukup mengkhawatirkan dalam peternakan adalah persaingan antara pakan dan pangan. Sistem pemberian pakan dalam peternakan menggunakan sumberdaya yang sama dengan yang dimakan manusia. Serealia dan tepung kedele adalah komponen terbesar pakan ternak yang juga dikonsumsi oleh manusia. Diperkirakan hampir 50% dari supply biji-bijian dunia dikonsumsi ternak. Jika semua biji-bijian dunia dicadangkan untuk konsumsi manusia saja maka akan cukup untuk memberi makan 9 – 10 milyar penduduk   dunia   pada   titik   mana  populasi  dunia  diharapkan  akan  stabil.
Oleh karena itu, pemecahan terhadap masalah memenuhi kebutuhan pangan di tahun mendatang adalah mengembangkan sistem produksi ternak yang tidak tergantung pada biji-bijian serealia.
Keuntungan lain dari alternatif sistem pakan bukan biji-bijian akan membawa kepada pengurangan kontaminasi lingkungan, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan keragaman hayati dan produk ternak yang lebih baik mutunya. Karenanya tiap intervensi yang melibatkan ternak harus didasarkan pada peran sinergis mereka dalam manfaat sistem pertanian keseluruhan ketimbang sebagai penghasil daging, susu atau telur yang menggunakan pakan bersaing dengan kebutuhan manusia. Sistem peternakan yang menggunakan pakan sama dengan pangan hanya akan mengakumulasi masalah dimasa mendatang, apalagi sekarang pangan tidak hanya digunakan sebagai pakan tetapi juga energi. Tentu diperlukan terobosan dalam bidang peternakan untuk menjaga keberlanjutan sistem pertanian secara keseluruhan.
Pernyataan Ahli tentang Pertanian Terpadu dan Keberlanjutan
Berikut ini adalah pernyataan para ahli mengenai pertanian terpadu dan keberlanjutan yang sangat relevan untuk dikembangkan lebih lanjut. Prof Chan menyatakan bahwa tidak dibenarkan untuk berharap pembangunan berkelanjutan bila tetap menghambur-hamburkan sumber daya alam. Hari dimana orang menyadari bahwa limbah sekali waktu adalah makanan dan ilmu dan teknologi bergandengan dengan akal budi manusia merubah limbah menjadi sumber daya, baru kita bicara mengenai keberlanjutan. Selain itu, Preston dan Murgueitio (1994) juga menyatakan bahwa penggunaan yang berkelanjutan dari sumber daya alam terbarukan akan difasilitasi ketika pakan ditanam, hewan diberi pakan dan kotoran didaur ulang pada lahan yang dapat mengurangi penggunaan input impor termasuk energi.
Definisi Sistem Pertanian Terpadu
Sistem pertanian terpadu adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan mendaur ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu ekosistem yang meniru cara alam bekerja. Satu praktek budidaya aneka tanaman/aneka kultur yang beragam dimana output dari salah satu budidaya menjadi input kultur lainnya sehingga meningkatkan kesuburan tanah dengan tindakan alami menyeimbangkan semua unsur hara organik yang pada akhirnya membuka jalan untuk pertanian organik ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pertanian pada hakekatnya merupakan pertanian yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran nutrisi (unsur hara) dan energi terjadi secara seimbang. Keseimbangan inilah yang akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan produksi yang terjaga secara efektif dan efisien.
Cakupan pertanian sendiri sangat luas, namun sesunguhnya pertanian merupakan interaksi dalam suatu ekosistem yang membentuk pertanian secara keseluruhan. Contohnya adalah suatu kawasan yang ditanami jagung. Apa yang terjadi bila di kawasan tersebut tidak tersedia ternak ruminansia? Hubungan timbal balik akan terjadi bila ada ternak di kawasan tersebut. Apabila pertanian dikembangkan secara sendiri-sendiri maka sisa tanaman atau kotoran dari ternak merupakan limbah yang dapat menimbulkan masalah dan penanganannya memerlukan biaya tinggi sehingga akan meningkatkan biaya produksi usaha pertanian. Ekspedisi Sungai Citarum yang dilakukan oleh Kompas menunjukkan bagaimana limbah peternakan di daerah Lembang mencemari sungai dari hulu hingga hilir padahal banyak orang yang bergantung pada keberlangsungan sungai Citarum.
Bagaimana Produksi dalam Sistem Pertanian Terpadu
Produksi dalam pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi yang terdapat dalam pertanian sehingga dapat dipanen secara seimbang dan berkesinambungan. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan yang terdiri atas minimal produksi tanaman dan peternakan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Di samping itu akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.
Model Sistem Pertanian Terpadu di Pedesaan
1.    Sistem pertanian terpadu konvensional Sistem pertanian terpadu konvensional sudah banyak diterapkan oleh petani kita pada masa lalu,namun sekarang sudah banyak ditinggalkan.
2.    Sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM (effective micro-organisme).
3.    Sistem pertanian terpadu sekaligus manajemen limbah terpadu (IF-IWM)
4.    Sistem Pertanian Organik
Sistem Pertanian Terpadu Konvensional.
 Sistem pertanian terpadu konvensional sudah banyak diterapkan oleh petani di masa lalu, namun saat ini sudah banyak ditinggalkan. Tumpang sari antara peternakan ayam dan balong ikan dimana kotoran ayam yang terbuang dimanfaatkan sebagai pakan ikan. Tumpang sari antara tanaman palawija dan peternakan dimana sisa-sisa tanaman digunakan sebagai pakan ternak kambing atau sapi dan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang bagi pertanaman berikutnya. Praktek-praktek pertanian terpadu konvensional ini belum mencerminkan siklus yang berkelanjutan.
q  Model pertanian terpadu konvensional
ð Tumpang sari antara petemakan ayam dan balong ikan (longyam) di mana kotoran ayam yang terbuang dimanfaatkan sebagal pakan lkan
ð Tumpang sari antara tanaman palawija dan petemakan, di mana sisa-sisa tanaman digunakan sebagai pakan temak kambing atau sapi dan kotoran temak digunakan sebagai pupuk kandang bagi pertanaman berikutnya. Praktek-praktek pertanian terpadu konvensional ini belum tentu merupakan siklus yang berkelanjutan.
ð Cina tradisional, kandang hewan dibangun di atas kolam sehingga limbah hewan jatuh langsung ke dalam air memberi bahan bakar kepada ekosistem kolam. Atau di Jawa Barat MCK dibangun di atas kolam ikan. Diperoleh ikan dan air kolam dengan ekstra unsur hara untuk  mengairi tanaman.  Sisa-sisa tanaman dibuang balik kedalam kolam untuk menciptakan satu “sistem tertutup”
ð Sistem kuno yang menggunakan limbah manusia dan hewan (night soil) untuk menyuburkan kolam ikan direintroduksi dengan simpul baru: satu bioreaktor yang memungkinkan bakteri anaerobik memroses limbah  lebih cepat dan lebih aman menjadi sumberdaya pertanian yang bermanfaat.
q  Sistem Terpadu dengan Teknologi EM (effective micro-organisme).
Sistem Pertanian Terpadu Modern.
Sistem pertanian terpadu modern memadukan pertanian dan peternakan dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada dalam sistem. Petani bisa menanam padi, jagung, palawija dan hasil pertanian lainnya. Selain itu petani juga beternak sapi, kambing, ayam atau hewan ternak lainnya. Hasil yang bisa diperoleh petani dari pertanian adalah hasil utama seperti beras, jagung, kedele, dll. Dari hasil utama ini maka petani bisa menjualnya atau dikonsumsi sendiri untuk kebutuhan sehari-hari. Hasil sampingnya adalah limbah pertanian yang berupa jerami padi, dedak, bekatul, jerami jagung. Limbah pertanian tersebut bisa digunakan sebagai pakan ternak yang memiliki nutrisi yang tinggi dan tahan lama. Caranya adalah mencampur limbah pertanian dengan mikroorganisme dekomposisi dan ditambah urea plus tetes. Hasilnya adalah pakan ternak yang bergizi dan mampu tahan hingga 1 tahun lamanya. Bayangkan jika seluruh limbah pertanian diolah dan digunakan sebagai pakan ternak. Tentu para petani tidak akan kekurangan pakan ternak yang pada musim kemarau sulit di dapat. Selain itu akan menurunkan biaya produksi karena rendahnya biaya pakan. Bekatul, dedak, limbah kacang, limbah kedele, ampas tahu dan ampas tempe bisa digunakan sebagai pakan konsentrat untuk meningkatkan pertumbuhan ternak.
Hasil utama yang didapat petani dari peternakan adalah daging, susu, telur dan bibit (anakan). Hasil utama tersebut sudah biasa dalam sistem peternakan karena memang hasil tersebutlan yang ingin didapatkan. Hasil samping dari peternakan adalah berupa kotoran dan dari kotoran ternaklah terutama ternak ruminansia banyak manfaat yang bisa diperoleh. Manfaat tersebut Pertama adalah kompos. Kompos diperoleh dari kotoran ternak yang difermentasi dan dicampur dengan dedak selama 3-5 hari. Kompos digunakan sebagai pupuk untuk tanaman yang bisa memperbaiki tekstur tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation, meningkatkan kemampuan kemampuan menahan air, meningkatkan aktivitas biologi tanah, meningkatkan pH tanah, dll. Bila satu hari saja kotoran yang didapat dari satu ekor sapi sebanyak 25 kg, bisa dibayangkan berapa banyak kompos yang bisa dihasilkan. Banyaknya kompos yang dihasilkan bisa dijadikan substitusi bagi pupuk kimia yang mengurangi biaya input bagi petani. Potensi pengembangannyapun semakin besar karena nilai hasil pertanian organik jauh lebih besar dibandingkan dengan pertanian biasa. Selain itu, pemasok pertanian organik masih sedikit sehingga ada peluang besar bagi yang memanfaatkannya.
Manfaat ketiga adalah bokhasi. Bokashi mirip dengan kompos, namun komponen utamanya adalah jerami padi atau limbah pertanian lainnya yang diolah menjadi pupuk. Penggunaanya pun mirip dengan kompos namun cara membuatnya sedikit lebih lama daripada kompos. Keempat adalah biogas. Biogas adalah sebuah sistem dari bakteri pembentuk gas metan secara anaerob dengan memanfaatkan bahan-bahan organik. Sumber utama bakteri pembentuk gas metan adalah hewan ruminansia. Dengan memanfaatkan kotoran ternak sebagai sumber bakteri gas metan maka akan didapatkan sumber energi yang murah, ramah lingkungan dan terbarukan. Dari 1 ekor sapi maka energi biogas yang diperoleh setara dengan memasak 2-3 jam penuh. Bisa dibayangkan jika sapi di Indonesia yang jumlahnya 10 juta bisa digunakan sebagai sumber energi biogas? Akan banyak manfaat yang bisa diperoleh darinya. Selain menghasilkan biogas, reaktor biogas juga menghasilkan pupuk cair dan pupuk padat organik yang siap digunakan. Pupuk organik yang dihasilkan dari reaktor biogas memiliki nilai yang lebih tinggi karena manfaatnya lebih tinggi dibandingkan dengan kompos. Biogas juga berperan dalam memutus siklus penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme. Hal ini disebabkan karena kotoran ternak yang mengandung penyakit akan masuk ke dalam reaktor yang anaerob. Hanya bakteri penghasil gas metanlah yang mampu hidup di dalamnya dan hampir semua organisme aerob termasuk mikroorganisme penyakit akan mati. Oleh karena wajar jika biogas dapat dijadikan pemutus rantai penyakit.
Kelima adalah urine ternak dan limbah cair lainnya dari yang bisa dimanfaatkan menjadi pupuk cair. Limbah cair paling banyak dihasilkan dari peternakan sapi perah, namun peternakan yang lain juga menghasilkan limbah cair yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Kegunaan pupuk cair banyak untuk pupuk tanaman hias yang diberikan secara semprot atau kegunaan lainnya. Manfaat terakhir adalah kotoran ternak sebagai pakan ternak. Kotoran ternak yang bisa digunakan sebagai pakan ternak adalah kotoran ayam karena kandungan protein kotoran ayam yang masih tinggi. Begitu juga kotoran kambing juga layak dijadikan pakan ternak. Cara pemanfaatannya adalah kotoran ternak diberikan mikroorganisme dekomposisi dan di simpan selama waktu tertentu yang kemudian ditepungkan untuk siap digunakan. Karena nilai proteinnya masih tinggi maka tepung kotoran ternak bisa dijadikan substitusi jagung, kedele atau sumber protein lainnya yang biasa digunakan sebagai pakan ternak. Namun pemanfaatan kotoran ternak sebagai pakan masih belum banyak dilakukan karena adanya nilai kepantasan bagi yang mengkonsumsi.
Dari penjelasan diatas dapat digambarkan bagaimana sistem pertanian terpadu bekerja. Pertanian menghasilkan hasil utama yang bisa dimanfaatkan langsung oleh petani. Namun hasil samping pertanian menjadi input bagi peternakan. Petani juga bisa mendapatkan hasil utama peternakan dan hasil samping peternakan menjadi input bagi pertanian. Ketersediaan input dari dalam sistem pertanian terpadu sangat memberikan manfaat bagi petani dan lingkungan. Dan alamlah yang memberikan contoh dalam menerapkan keseimbangan sistem pertanian terpadu.
ð Model sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM telah dikembangkan dengan cukup baik oleh Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) di Bali serta beberapa wilayah sentra pertanian di Indonesia.
ð Memadukan budl.daya tanaman, perkebunan,petemakan, perikanan, dan pengolahan daur limbah secara selaras, serasi, dan berkesinambungan.
ð Budi daya tanaman yang dipilih adalah tanaman  semusim dan tahunan, misalnya padi, palawija, buah-buahan, sayur-sayuran, cengkeh, kopi, kelapa, dan sebagainya.
ð Kebutuhan input budi daya tanaman menggunakan prinsip penggunaan masukan luar rendah (low external input), misalnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida  seminimal mungkin atau bahkan tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida sama sekali.
ð Limbah organik dari kotoran temak dan sisa-sisa tanaman difermentasikan dengan teknologi EM menjadi pupuk organik terfermentasi atau bokhasi dalam waktu yang cepat.
ð Bokhasi dapat digunakan sebagal pupuk pertanian dan pakan ternak atau ikan.
ð Kotoran ayam dan kotoran kambing juga dapat difermentasi dengan teknologi EM menjadi pakan temak (bokhasi pakan temak) ayam, babi, dan itik.
ð Ide dasar pemanfaatan kotoran temak sebagai bokhasi pakan temak adalah karena kotoran ayam masih mengandung protein sebesar 14%, sedangkan kotoran kambing masih mengandung protein sebesar 12% dan serat kasar sebesar 80%, jika dibandingkan dengan  hijauan pakan ternak (Wididana, 1999).
ð Model pertanian terpadu dengan teknologi EM dapat mengurangi masukan energi darl luar  sistern pertanian untuk menghasilkan produk pertanian.
ð Proses fermentasi dapat menaikkan kandungan nutrisi pakan temak yang berasal dari kotoran temak. Sehingga masukan energi dari luar sistem pertanian dapat diperkecil atau ditiadakan sama sekali.
ð Demikian juga dalam bidang budi daya  tanaman, limbah tanaman yang terbuang dapat dimanfaatkan kemball sebagai pupuk melalui  proses fermentasi.
Hakekat Pertanian Terpadu
Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang pakai pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.
Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan.


Pengertian Pertanian Terpadu
Pertanian terpadu merupakan pilar kebangkitan bangsa Indonesia dengan cara menyediakan pangan yang aktual bagi rakyat Indonesia. Dalam segi ekonomi pertanian terpadu sangat menguntungkan bagi masyarakat karena output yang dihasilkan lebih tinggi dan sistem pertanian terpadu ini tidak merusak lingkungan karena sistem ini ramah terhadap lingkungan. Output dari pertanian terpadu juga bisa digunakan Selain itu limbah pertanian juga dapat dimanfaatkan dengan mengolahnya menjadi biomassa. Bekas jerami, batang jagung dan tebu memiliki potensi biomas yang besar.
Pertanian terpadu merupakan konsep pemanfaatan lahan yang tersedia semaksimal mungkin untuk menghasilkan produk pertanian yang beraneka ragam dengan kualitas tinggi. Hasil yang beragam dari tiap komoditas pertanian tersebut diolah kembali untuk sumber masukan energi dalam melakukan aktivitas pertanian lainnya. Pemanfaatan komponen-komponen pertanian yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi yaitu berupa peningkatan hasil produksi yang bersifat ramah lingkungan. Konsep pertanian terpadu ini juga merupakan upaya petani dalam memperbaiki sifat tanah dengan penambahan input bahan organik dari dalam sistem pertanian itu sendiri.
Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di alam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik yang dihasilkan dalam sistem pertanian terpadu ini memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun.
Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran. Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke dalam tanah. Meningkatkan kapasitas sangga tanah.
Penerapan Pertanian Terpadu
Usaha yang dipakai dalam menerapkan pertanian terpadu adalah dengan menggabungkan dua subsistem utama yaitu peternakan dan pertanian. Ternak dapat dipelihara sebagai bagaian yang integral dalam system pertanian tersebut. Analisis input pada peternakan ini adalah kebutuhan pakan sapi sebanyak 50 kilogram per hari. Pakan yang diberikan pada sapi peternakan tersebut adalah jerami dan shorgum. Terkadang untuk menambah nutrisi pakan jerami biasanya ditambah dengan pakan konsentrat berupa campuran jagung giling dan katul. Jagung giling dapat di ganti dengan ubi kayu. Pemberian konsentrat tersebut sebanyak 1% dari berat bobot pakan. Karena kebutuhan pakan yang cukup banyak, terkadang input dari dalam belum mampu memenuhi sehingga sebagian kebutuhan mendatangkan pakan dari luar. Sedangkan air tidak terlalu diperhitungkan karena sapi biasanya mendapatkan air dari campuran pakan yang telah diberikan.

Analisis output dari peternakan berupa pupuk kandang berupa urin dan feces yang dihasilkan oleh sapi. Dalam satu tahun sapi dapat menghasilkan pupuk kandang sekitar 5,4 ton dengan rincian tiap hari menghasilkan 15 kilogram kotoran. Dikaitkan dengan kebutuhan lahan, informasi yang didapat bahwa sejumlah lima ekor sapi mampu mencukupi kebutuhan pupuk organik selama satu tahun. Agar kotoran dapat menjadi pupuk kandang biasanya diakukan dekomposisi selama 4 bulan agar pupuk kandang dapat langsung digunakan pada lahan pertanian. Selain output dari hasil pupuk kandang, peternakan tersebut juga mendapatkan output dari hasil penjualan ternak. Pemilihan sapi sebagai subsistem utama pertanian terpadu tersebut sangat tepat. Sapi dapat digunakan sebagai sumber pemenuh kebutuhan hara bagi pertanian lain. Sebagai pertimbangan bahwa pada tahun pertama pertanian tersebut memiliki 5 ekor sapi, kemudian pada tahun kedua dan ketiga berturut-turut sebanyak 10 dan 15 ekor. Meningkat di tahun ke 4 berjumlah 17 ekor. Dari ke 17 ekor sapi itu terdiri dari jenis Simental, Limousin dan Berangus. Dari jumlah tersebut sapi dapat dijual sebagian untuk membantu pemasukan petani. Sisanya berjumlah 8 ekor sapi tetap dipertahankan untuk pemenuhan kebutuhan hara dan investasi petani ke depan. Keunggulan lainnya adalah sapi dapat berkembang biak dalam waktu yang singkat. Pemeliharaan sapi dengan penggemukan hanya dengan waktu pemeliharaan 8-12 bulan. Hasil pupuk kandang dari peternakan yaitu dalam satu hektar lahan pertanian tersebut dapat dicukupi kebtutuhan haranya oleh lima ekor sapi.  Satu ekor sapi dapat memproduksi 15 kilogram kotoran tiap hari sehingga dalam setahun dapat mencapai 5, 4 ton kotoran yang dimanfaatkan sebagai pupuk.
Sistem pertanian dalam sistem pertanian terpadu berupa penanaman secara multiple cropping. Jenis pertanian yang diusahakan adalah penanaman tanaman musiman jagung, ketela pohon, cabai, kacang tanah dan sawi serta tanaman keras berupa jati dan sengon. Sistem tumpangsari tumbuhan dan ternak pada umumnya banyak dipraktekkan dengan tanaman perkebunan. Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal, namun belum banyak mendapat perhatian. Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput diatasnya merupakan komponen kedua. Dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa integrasi antara tanaman perkebunan dan peternakan dapat
meningkatkan kualitas tanah, produksi kelapa, produksi kopra, hasil buah sawit segar dan keuntungan ekonomis serta meningkatkan hasil ternak, menurunkan biaya penyiangan dan mempermudah pengumpulan buah kelapa.
Keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara lain : (1) tersedianya tanaman peneduh bagi ternak sehingga dapat mengurangi stress karena panas, (2) meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan feces ke dalam tanah, (3) meningkatkan kualitas pakan ternak, membatasi pertumbuhan gulma, (4) mengurangi penggunaan herbisida, (5) meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan (6) meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya. Input yang diberikan pada pertanian ini adalah bahan organik yang berasal dari seresah daun, jerami, atau hasil sampingan peternakan sapi yang telah terdekomposisi. Pengolahan feses dan urin sapi masih dengan bantuan petani, biasanya dilakukan penambahan MARROS Bio-Activa yang berfungsi sebagai akselerator pematangan feses dan urin agar dapat dijadikan pupuk bagi tanaman.
Jerami juga dapat dikomposkan menjadi pupuk kompos bagi tanaman. Meskipun jerami tersebut tidak diberi biodekomposer, tetapi telah ada biodekomposer alami (pelaku/aktor yang merombak bahan organik secara alami). Bedanya dengan biodekomposer yang ditambahkan, kemampuannya sudah lebih terseleksi akan lebih cepat terurai. Pada prinsipnya proses pelapukan adalah suatu proses alamiah dlm rangka mikroba(dekomposer) memanfaatkan jerami sebagai sumber energinya, untuk membangun biomassa. Untuk pertumbuhan dan perkembangan butuh rasio C, N, P. Input lain yaitu berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit digunakan taktik pengendalian hayati. Pengendalian ini dengan menggunakan senyawa atraktan, berupa metyl eugenol. Taktik ini berfungsi untuk menarik serangga lalat buah jantan melalui aromanya. Sehingga lalat akan terkecoh dan masuk dalam perangkap.
Output yang dihasilkan adalah hasil pertanian utama seperti untuk tanaman jagung dapat menghasilkan kira–kira 4-5 ton selama 3 tahun, dengan harga jual Rp 2000/kilogram. Ketela pohon dapat menghasilkan lebih dari 9 kg/ batang. Cabe merah dapat menghasilkan ½ kg satu tanaman dengan harga Rp 2000/kg. Sawi dapat menghasilkan 3 kg / m3 dengan luas lahan 8000 m3 dan harga jual Rp 1000/ kg. Selain itu terdapat hasil sampingan berupa seresah daun, rumput, dan brangkasan yang berguna untuk pakan sapi pada peternakan disana, atau dimanfaatkan untuk cadangan pupuk musim tanam berikutnya.

Pertanian Terpadu…….Kenapa Tidak???
  • Tidak ada keraguan mengenai manfaat dari Sistem Pertanian Terpadu baik bagi petani, lingkungan maupun negara
  •  Sistem Pertanian Terpadu merupakan strategi terbaik mengatasi  kelangkaan sumberdaya pertanian baik modal, pupuk, pestisida untuk meningkatkan produksi agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang terus meningkat.
  • Dengan Pertanian terpadu, hampir semua aktivitas pertanian secara ekonomi dapat menguntungkan dan secara ekologi berkelanjutan
  • Dengan Sitem Pertanian Terpadu dapat menjawab tuntutan kosnumen yang sadar mengenai pentingnya kelstarian lingkungan, kesehatan dan keamanan pangan, dan kesejahteraan tenaga kerja
  • Pengabaian konsep sistem pertanian terpadu, baik karena kedunguan atau karena prasangka bodoh akan menyebabkan kebanyaka petani tetap miskin dan kehilangan semua manfaat yang semestinya diperoleh dari sumberdaya alam yang sebenarnya lebih dari cukup untuk memenuhi hak-hak azasi mereka.
.

Kamis, Januari 02, 2014

SISTEM PERTANIAN SIKLUS-BIO TERPADU SEBAGAI PARADIGMA BARU AGROFORESTRY BERGATRA EKONOMI, LINGKUNGAN DAN SOSIAL BUDAYA





Produktivitas  biomassa  di  wilayah  tropikatergolong  tertinggi  di  dunia,  karena  tingginyajumlah  dan  distribusi  curah  hujan,  temperaturudara,  temperatur  tanah,  kelembaban  udara,resim  lengas  tanah  (Agus,  2004).  Meskipuntanah  tropika  di  Kalimantan  tergolong  tua  dan miskin  hara,  tetapi  karena  didukung  olehtingginya  aktivitas  mikroorganisme  dan cepatnya  siklus  tertutup,  maka  pertumbuhantumbuhan  di  atasnya  tergolong  cepat.  Namun demikian,  produktivitas  ekonomi  di  wilayah tropika  jauh  lebih  rendah  dibanding  wilayah temperate,  karena  pengelolaan  biologi  yang belum  efisien  dan  efektif. Padahal, banyaknya gunung  berapi  dapat  yang  menyuplai kesuburan tanah dan bahan organik yang bukan hanya  didaurkan  dalam  ekosistem  tertutup hutan, namun  juga bisa didaurkan pada sektor pertanian  lain  maupun  non  pertanian  secara terpadu,  sehingga  akan  mampu  meningkatkan kualitas  kehidupan  dan  lingkungan  hidup (Agus,  2006,  2010,  2012).  Dengan  strategi, teknologi  dan  pengelolaan  yang  tepat,  maka wilayah  tropika  akan  dapat  mempunyai  produktivitas biomassa sekaligus produktivitas ekonomi yang sangat tinggi.Setiap  makluk  hidup,  agar  tetap melangsungkan  kehidupannya  dan  tidak  mati,  maka  perlu  makan,  minum  dan  bernafas. Makluk  hidup  akan  mampu  bertahan  hidup dengan  tidak  makan  sama  sekali  dalam hitungan  hari,  mampu  bertahan  tidak  minum selama  beberapa  jam,  namun  tidak  mampu bertahan  tidak  bernafas  mengambil  oksigen hanya dalam hitungan menit. Selama ini, udara dan  air  relatif  tersedia  melimpah  di  bumi  ini, sedangkan  makanan  telah  lama  menjadi tidak  mampu  menandingi  kebutuhan  manusia (Agus,  2012).  Manusia  dijadikan  khalifah  di bumi  ini,  justru  telah  mengakibatkan  kualitasair  dan  udara  menjadi  kurang  mendukung lingkungan  dan  kehidupan  makluk  bumi  ini. Jumlah  dan  waktu  ketersediaan  air  yang  tidak  sesuai  kebutuhan  makluk  hidup  juga  telah  menjadikan  problem  lingkungan  dan  kehidupan yang makin serius. Bencara banjir, kekeringan  longsor, angin badai, kelaparan, justru semakin   banyak terjadi di muka bumi ini.   Air  yang  tadinya  bisa  diperoleh  dengan gratis, sekarang harus diperjual belikan dengan harga  semakin  mahal.  Kebutuhan  air  yang layak untuk minum dan kebutuhan hidup yang lain   juga  semakin  sulit.  Kebutuhan  oksigen, air  dan  makanan  oleh  tanaman,  hewan  dan manusia  serta  seluruh  makluk  hidup  tersebutbersifat  kontinyu,  sedikit  sedikit  dan  tidak terputus  serta  jumlah  sesuai  kebutuhan  sertamelalui  mekanisme  proses  kehidupan  yang baku  (Agus,  2012).  Kebutuhan  air  manusia sekitar  5  liter  per  hari,  kebutuhan  makan  3piring sehari, kebutuhan oksigen 2.880 liter perhari,  dipergunakan  untuk  metabolism  dalam tubuh  manusia  tidak  bisa  diberikan  sekaligusdalam  jangka  lama  sekaligus.  Ketersediaan yang berlebihan justru menjadi muspro, karenatidak  bisa  dimanfaatkan  untuk  proses kehidupan yang kontinyu serta mengakibatkankematian  makluk  hidup.  Demikian  juga kebutuhan  oksigen,  air  dan  makanan  bagi tanaman dan hewan.  Istilah  pertanian  berkelanjutan  dipergunakan  secara  luas  dalam  berbagai  isu  dan  tujuan.  Pemilihan  komoditi  unggulan,  teknologi  tepat guna,  bantuan  teknis,  bantuan  biaya  produksi,   pembinaan usaha dan jaringan pasar kemitraan   yang  tepat  nampaknya  sangat  menentukan   pentingnya peran pertanian dalam mensejahterakan  masyarakat,  karena  mampu  memberikan   penghasilan  yang  lebih  besar  bagi  petani,   meski  dengan  lahan  dan  waktu  yang  lebih   sempit.  Gold  (1999)  mendifinsikan  istilah   pertanian  berkelanjutan  sebagai  integrasi   system  praktek  produksi  tanaman  dan  hewan   yang  mempunyai aplikasi tapak spesifik, yang   akan menjangkau jangka waktu panjang dalam:  (a)  memuaskan  kebutuhan  makanan  dan  serat   bagi  manusia,  (b)  meningkatkan  kualitas  lingkungan  dan sumberdaya alam berdasarkan pada  ketergantungan  ekonomi  pertanian,  (c) penggunaan  sumber  daya  terbarukan  secara paling efisien, sumber  daya in-situ dan terpadu,serasi,  siklus  dan  pengendalian  biologi  alam,(d)  keberlanjutan  system  ekonomi  pada operasional  pertanian,  dan  (e)  meningkatkan kualitas  kehidupan  petani  dan  masyarakatsecara luas.
2.  Paradigma pertanian terpadu
Paradigma  industri pertanian yang berkembangsetelah  Perang  Dunia  II  sampai  saat  ini  ialahbahwa  menanam  tanaman  sebagai  masalahindividu  yang  biasanya  dianggap  tidak berhubungan  dengan  satu  sama  lain.  Namundemikian  paradigm  yang  baru  menuntut keterlibatan  para  pihak  dari  berbagai  disiplinilmu  untuk  berpadu  dalam  penyelesaian pembangunan  pertanian  terpadu  secara berkelanjutan (Magdof and Weil, 2004). Pertanian  terpadu  merupakan  sistem  yangmenggabungkan  kegiatan  pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu  lain   yang  terkait  dengan  pertanian  dalam  satu   lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah   satu  solusi  alternatif  bagi  peningkatan produktivitas  lahan,  program  pembangunan  &   konservasi  lingkungan  serta  Pengembang-an  desa  secara  terpadu.  Diharapkan  kebutuhan  jangka  pendek,  menengah  dan  panjang  petani   berupa  pangan,  sandang  dan  papan  akan  tercukupi  dengan  sistem  pertanian  berbasis   agroforestry ini. Hasil pertanian dan perikanan   diharapkan  mampu  mencukupi  kehidupan   jangka pendek, sedangkan hasil peternakan dan perkebunan  dapat  dimanfaatkan  untuk kehidupan  jangka  menengah.  Penjualan  hasil kebun  dan  hasil  hutan  rakyat  sekarang dipercaya  mampu  mencukupi  kebutuhan membayar biaya sekolah, rumah sakit, hajatan  sunatan,  mantenan  dan  kebutuhan  jangka panjang  lain.  Dengan  demikian,  sistem agroforestry  mampu  memberikan  pendapatan  harian,  bulanan,  tahunan  maupun  dekade-an bagi petani.   Praktek  pertanian  terpadu  melalui   agroforestry sebenarnya sudah tidak asing lagi   bagi  petani  di  lahan  kritis,  bahkan  kadang   hanya  dianggap  sebagai  istilah  baru   bagi   praktek  lama   yang  lebih  bersifat  monodisipliner  tersebut.  Pendekatan  menyeluruh   agar  pengelolaan  sumber  daya  alam  dapat   berkelanjutan  menuntut  keseimbangan  antara   produksi  dan  konservasi  lingkungan  yang   hanya  dapat  didekati  secara  multidispliner   lewat  paradigma  baru  agroforestry  yang  menuntut  partisipasi  antar  pihak.  Berbeda dengan  model  industri,  pendekatan pengelolaan  pertanian  ini  bertujuan  untuk  meningkatkan  sifat-sifat  tanah  sehingga membuat  ekosistem  lapangan  lebih  mengatur  diri  sendiri,  kecukupan  diri,  tahan  terhadap degradasi,  dan  tangguh  (Magdof  and  Weil,2004).  Agroforestry  telah  menjadi  trade  mark
di daerah tropis, sehingga banyak negara maju yang  berasal  dari  negara  non-tropis  yang
belajar di negara tropis, termasuk Indonesia. Banyaknya  bencana  banjir,  kekeringan, longsor  dan  bencana  alam  lain  telah mendorong  pendidik  dan  praktisi  pertanian terpadu  agar  dapat  mengemas  aspek  siklus produksi  petani,  kondisi  sosial-ekonomi,  biofisik,  politik,  kebijakan  lokal-nasionalinternasional,  dampak  mata  pencaharian penduduk,  produktivitas  lahan,  kelestarian lingkungan,  serta  analisis  resiko  maupun sistem tukar tambah dalam memberikan solusi  terbaik bagi pembangunan nasional. Degradasi  lahan  yang  mencapai  2,8  juta  hektar  pertahun  dan  saat  ini  lahan  rusak  di  Indonesia  yang  mencapai  59  juta  hektar  menyediakan  sarana  bagi  implementasi  sistem  agroforestry  dan pertanian terpadu ini agar kerugian material dan immaterial  tersebut  tidak  semakin  membesar, bahkan  bisa  diubah  menjadi  lahan  produktif yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan.  Model  Integrated  farming  dikembangkan juga oleh  KP4 UGM  dengan beberapa kajian lebih  mendalam  melalui:  ICM  (Integrated Crop  Managemnt  atau  Pengelolaan  tanaman terpadu), INM (Integrated Nutrient  Management atau  pengelolaan  hara  terpadu),  IPM  (Integrated Pest Management  atau pengelolaan  hama  terpadu)  dan  IMM  (Integrated  Soil Moisture  Management  atau  pengelolaan  air terpadu) (Agus 2006b)
3.  Integrated bio-cycle farming system
Usaha  pertanian  di  seluruh  dunia  relatif  dapat  berproduksi  dengan  baik  dan  berkelanjutan hanya  apabila  ada  asupan  energi  yang  besar,  dan  kadang  harus  berkompromi  secara ekonomi  dibanding  untuk  keberlanjutan ekosistem (Chan, 2006). Model Integrated Biocycle  Farming  System  (IBFS)  adalah  sistem pertanian  alternatif  yang  memadukan  secara harmonis  antara  sektor  pertanian  (pertanian,  hortikultura,  Perkebunan,  peternakan,  perikanan, kehutanan  dsb)  dengan  non-pertanian (pemukiman,  agro-industri,  wisata,  industri dsb)  yang  dikelola  berdasarkan  landscape ecological  management  dalam  satu  kesatuanwilayah  terpadu  (agropolitan).  Inovasi  drastis dan  berarti  dalam  IBFS  adalah  introduksi
digester  &  basin  serta  organisme  pro-biotikdalam proses perlakuan limbah organik. Usahapertanian besar, usaha pengepakan daging danikan, dan berbagai agro-industri sekarang telahmampu  mencukupi  kebutuhan  energinyasendiri, disamping mempunyai pengaruh yangbesar  terhadap  pengkayaan  nutrient  dalamvolume besar pada kolam ikan, dan 'fertigation'(fertilization  &  irrigation,  pemupukan  danpengairan)  pada  berbagai  macam  tanamansemusim dan lainnya.  Kebun  Pendidikan,  Penelitian,  dan  Pengembangan  Pertanian  Universitas  Gadjah Mada  (KP4  UGM)  sebagai  salah  satu  UnitPenunjang  Universitas  yang  memberikan layanan  kepada  civitas  akademika  UGM maupun  kepada  masyarakat  di  luar  UGM, mengembangkan  Program  Artificial  and functional conservation yang merupakan suatu
kegiatan terpadu dalam sistem pertanian terpadu  berbasis Education for Sustainable Development  (EfSD),  yang  mensinergiskan  aspek  ekonomi,   lingkungan  dan  social  budaya  secara  terpadu,   dengan  melibatkanpelestarian  pemanfaatan keanekara gaman tanaman obat Indonesia yang merupakan suatu kegiatan terpadu, melibatkaninstitusi, berbagai disiplin ilmu.  KP4 UGM mengembangan Pusat Unggulan (Center of Excellence) berupa Pertanian Terpadu, yang  mengacu  pada  konsep  pembangunan berkelanjutan  (sustainable  development), dengan  mengelola  sumber  daya  alam,  sumber daya hayati dan sumber daya lingkungan secara  optimal.  Program  ini  mempunyai  ciri  pokok  dan  merupakan  pengejewantahan  program Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development) yang harus  memperhatikan  gatra  peningkatan  nilai ekonomi, kelestarian lingkunga, keadilan sos ialdan  budaya,  secara  sinergis  dan  optimal. Keseimbangan  produksi  dan  konsumsi merupakan  salah  point  yang  harus dikembangkan,  sehingga  dalam  satu  kesatuanlahan  tersebut  mampu  memproduksi  pangan,pakan, papan, pupuk, obat herbal, dan wisata. 
Gambar 1.  Pengembangan Pusat Unggulan Pertanian Terpadu
Pengembangan Pusat Unggulan Pertanian Terpadu di KP4 UGM Pengembangan  GAMA  FOOD  di  KP4 UGM  Yogyakarta  dilaksanakan  melalui  program 5A, yang terdiri atas: Agro-Produksi,  Agro-Bisnis,  Agro-Teknologi,  Agro-Industri,  Agro-Wisata  untuk  komoditas  unggulan  dari  hulu  dan  hilir  dalam  satu  kesatuan  wilayah, waktu  dan  sistem  pengelolaan  secara  terpadu.   Inovasi di bidang Agro-Produksi harus mampu  menghasilkan  produk  dengan  3K  (kuantitas,kualitas  dan  kontinyuitas)  yang  memadai sehingga  menjadikan  komoditas  pertanian sebagai  sumber  kehidupan  dan  lingkungan yang  memadai.  Pengembangan  Agro-Bisnis menjadi  sangat  penting  agar  komoditas pertanian  akan  dapat  berperan  secara  modern,  tidak  terjebak  dalam  sistem  tradisional  yang  bersifat sub sistem  dan  menjadikan pelakunya  lebih  sejahtera,  bukan  sebagai  perahan  sector ekonomi  lain.  Inovasi  Agro-Teknologi  merupakan  syarat  mutlak  agar  dengan   teknologi  tepat  guna  dan  bio-teknologi  yang  sesuai,  maka  akan  terjadi  revolusi  baru  di bidang  pemenuhan  kebutuhan  hajat  hidup orang  banyak.  Agro-Industri  merupakan penghiliran  produk  pertanian  agar  fluktuasi musim panen pertanian yang sangat merugikan  masyarakat  pertanian  dapat  ditingkatkan  menjadi  komoditas  prioritas,  karena merupakan  kebutuhan  pokok  yang  harus dipenuhi  oleh  seluruh  makluk  hidup  di  bumi ini.  Agro-Wisata  merupakan  pemberdayaan lahan  untuk  pendidikan  agar  setiap  makluk hidup  mampu  menikmati  dan  berkontribusi nyata  dalam  pemenuhan  kebutuhan  hidup  dan perbaikan lingkungan hidup. Keberhasilan program juga harus didukung oleh semua pihak sehingga tidak bisa dibebankankepada  petani  semata,  namun  harus  terjalin kerjasama  yang  saling  menguntungkan  dan berkelanjutan, melalui jaringan ABCG (Academic atau  Perguruan  Tinggi,  Business  atau  swasta, Community  atau masyarakat,  Government  atau pemerintah).  Masing-masing  pihak  harusberkontribusi nyata sesuai dengan perannya. Program  percepatan  pertumbuhan  optimal (Accelerated  optimal  growth)  didukung peningkatan genetik dan perbaikan lingkungan tempat  tumbuh  (Agus  et  al.,  2012a).  Untuk mendukung  peningkatan  genetik,  maka  telah dikembangkan  Gama  Anggrek,  Gama  Melon,Gama  Ayam,  Gama  Jagung,  Gama  Padi  dan
Gama  Sapi  Bali.  Program  perbaikan lingkungan tempat tumbuh untuk me mperbaiki resim lengas, resim temperatur dan resim unsurhara  telah  dilakukan  melalui  Gama  Biogas, Gama Pot organik, Gama pertanian terpadu. Pemanfaatan  lahan  secara  harmonis, menyeluruh (holistic) dan terpadu (integrated) serta  berkelanjutan  (sustainable)  untuk berbagai  peruntukan,  yaitu:  (i)  produksi biomassa  (sektor  pertanian),   (ii)  lingkungan hidup  (iii)  habitat  biologi  dan  konservasi  gen. (iv) ruang infra-stuktur, (v) sumber daya alam, dan  (vi)  estetika  dan  budaya,  merupakan  ciri utama  dalam  sistem  IBFS.  Masing-masing anasir  bentang  lahan  tidak  boleh  saling menonjolkan  kepentingan sektoral sendiri saja
namun  harus saling berkaitan  dan  mendukung secara  harmonis.  Output  dan  outcomes  sistem lebih  diutamakan  dibandingkan  keluaran masing-masing anasir pembentuknya.Peran  mikro,  meso  dan  makro-organisme secara  biokimiawi  dalam  siklus  hara  dan peningkatan  produktivitas  lahan  sangat penting. Mikroorganisme mampu menyediakan nutrisi  esensial  bagi  tanaman  baik  melalui simbiosis  mutualistik  maupun  non  simbiosis, (Agus  dan  Wulandari,  2012)  misalnya: Rhizobium  (fiksasi  unsur  N  simbiotik); Azotobacter  &  Clostridium  (fiksasi  unsur  N non  simbiotik);  Frankia  (fiksasi  P  simbiotik pada  Casuarina  sp.);  Bakteri  Pelarut  Fosfat (pelarut unsur P simbiotik); Mikorisa (fiksasi P dan unsur-unsur makro maupun mikro esensial lainnya), dll.  Agus  et al.  (2004)  menunjukkan bahwa kemampuan mineralisasi N dalam tanah adalah 3-5 kali lipat dibanding yang tersedia di dalam  tanah.  Sementara  itu,  penggunaan tanaman  legum  telah  mampu  menyupai  N sebanyak  9-27  kali  lipat  dibanding  yang tersedia dalam tanah (Agus  et al, 2003, 2012b).
Pemanfaatan  bioteknologi  lebih  lanjut  termasuk  artificial  & functional  bio-nanoteknologi akan sangat meningkatkan keberhasilan IBFS. Dalam IBFS, terdapat lebih banyak biomassa  seperti  limbah  digester  stabil,  jazad  algae, macropytes,  tanaman  semusim  dan  limbah pengolahan (Agus  at al, 2011a, b). Diperkirakan  bahwa  ternak  hanya  mempergunakan  15-20%  makanan ternaknya, dan keluar sebagai limbah, maka  masih  banyak  yang  belum termanfaatkan.  Limbah,  algae,  macrophytes, tanaman  semusim  dn  limbah  pemrosesan dimasukkan  dalam  tas  plastic,  disterilkan dalam  uap  hasil  enrgi  bio-gas,  dan  kemudian diinjeksikan  dengan  spora  yang  sesuai  untuk dipakai sebagai kultur jamur yang bernilai jual tinggi.  Enzym  jamur  tidak  hanya  merombak ligno-seloluse  untuk  melepaskan  kandungan nutrisi  esensial,  tetapi  juga  memperkaya limbah agar lebih mudah dirombak dan bahkan lebih  sesuai  untuk  makanan  ternak.  Limbah berserat yang tersisa masih dapat dipergunakan sebagai  kultur  pembiakan  cacing  tanah,  yang kemudian mampu menyediakan protein khusus untuk  anak  ayam.  Limbah  terakhir,  termasuk kotoran  cacing  yang  berlimpah,  dikomposkan dan dipakai sebagai bahan pembenah tanah dan
memperbaiki  aerasi  tanah.  Dengan  demikian, IBFS  menekankan  agar  semuanya  harus dikurangi  (reduce),  dipakai  lagi  (reuse)  dan didaur  ulang  (recycle)  sehingga  pemanfaatan
lebih lanjut menjadi lebih baik. Karakteristik  kunci  dari  IBFS  yang dikembangkan di KP4 UGM adalah meliputi 9 anasir  utama  sebagaimana  yang  tertera  dalam Tabel 1. IBFS merupakan integrasi dari sektor pertanian  dan  non-pertanian,  melalui  pendaur ulangan bahan organik yang berasal dari sect or pertanian  maupun  non-pertanian  secara terpadu. Suplai  makanan  yang  diproduksi dari desa  untuk  dikirim  ke  kota  telah mengakibatkan  defisit  bahan  organik  di  desa, sehingga tumpukan bahan organik di kota perlu diaur  ulangkan  ke  system  pertanian  yang banyak  terdapat  di  desa  (Agus,  2006a,  b, 2010a, b, 2012a). IBFS  mengedepankan  nilai  lingkungan, nilai  estetika,  nilai  social,  nilai  budaya   dan nilai  ekonomi  secara  harmonis  dan  seimbang, tanpa  ada  yang  mendominiasi.  Dengan demikian  bukan  melulu  mementingkan  nilai ekonomi  semata  sehingga  terpaksa menghilangkan  faktor  lainnya,  seperti  yang dilakukan  oleh  praktis  bisnis  pertanian  yang dilakukan  oleh  pengusaha  besar,  namun  harus mampu  mengharmoniskan seluruh aspek  yang muncul.  IBFS  juga  dilakukan  dengan  sistem rotasi dan keaneka-ragaman tanaman, sehingga biodiversitas  dan  siklus  tanaman  tetap  terjaga  dan terpelihara untuk mendukung pertumbuhan dan  perkembangan  bagi  kehidupan  dan lingkungan.  Inovasi  besar  di  bidang  bioteknologi  buatan  dan  fungsional, nanoteknologi,  dan  pro-biotik  merupakan terobosan  besar  yang  harus  dilakukan  agar terjadi  revolusi  kehidupan  dan  lingkungan yang  makin  berkualitas.  Loncatan  kualitas kehidupan  dan  lingkungan  pada  level  yang lebih  tinggi  dan  baik  dapat  dicapai  dengan pemberdayaan  bio-nano-teknologi  probiotik yang  fungsional  agar  siklus  dan  kualitas kehidupan  makin  meningkat  (Agus,  2006a,  b, 2010a, b, 2012a).  Pengelolaan  siklus  tertutup  organik  dan integrasi  dalam  suatu  kawasan  terpadu  antara ICM,  IFM,  IPM,  IMM,  INM  merupakan  ciri utama  dalam  IBFS  agar  terjadi  sistem  daur tertutup  yang  mandiri  dan  berkualitas. Pengelolaan  perlindungan  bio  terpadu  dan pengelolaan  ekosistem  kesehatan,  merupakan syarat  mutlak  agar  konsep  kembali  alam dengan  produktivitas  serta  kualitas  hidup  dan lingkungan  yang  lebih  baik  bisa  terjamin  dan berkelanjutan.  Manajemen  ekologi  lanskap terpadu  dan  konsep  agropolitan  merupakan salah  satu  strategi  penghilangan  kotak-kotak egosentris  dalam  IBFS,  sehingga  tidak  lagi mementingkan  ego  sector  sendiri-sendiri, namun  justru  harus  bersinergis.  Dengan demikian  pengelelolaan  bahan  organik  harus dikelola  dalam satu kesatuan  lahan  yang luas. Pengelolaan  khusus  tanaman  perlu  juga dilakukan  karena  masing-masing  spesies tanaman  mempunyai  karakter  hidup  dan produktivitas  sendiri-sendiri.  Selanjutnya, IBFS  harus  dikelola  dalam  suatu  sistem holistik  dan  terintegrasi  (Agus,  2006a,  b, 2010a, b, 2012a).
4.  Kesimpulan
Paradigma  baru  agroforestry  dan  pertaniante rpadu  harus  memberdayakan  segenap  multifungsi  pertanian  sebagai  pemasok  utama sandang,  pangan,  dan  papan  bagi  kehidupan seluruh  makluk  hidup;  juga  sebagai  gatra lingkungan  hidup  yang  berkelanjutan, penyedia  keindahan  lingkungan  (wisata-agro), penghasil  bio-farmaka  dan  penghasil  bioenergi.  Paradigma  baru  agroforestry  harus mampu  memberikan  prospek  yang  sangat bagus,  untuk  memenuhi  kebutuhan  hidup jangka pendek, menengah dan panjang petani. Model  agroforestry  melalui  Integrated  Biocycle Farming System (IBFS/ sistem pertanian siklus-bio  terpadu)  yang  dikembangkan  oleh KP4  UGM  dilakukan  dengan  beberapa  kajian lebih  mendalam  melalui  pemberdayaan  siklus energi,  siklus  bahan  organik,  dan  karbon, siklus  air,  siklus  hara,  siklus  produksi,  siklus tanaman, siklus material dan siklus uang yang dikelola  secara  terpadu  dan  berkelanjutan dengan pola 7R (reuse, reduce, recycle, refill, replace,  repair,  replant)  dengan mempetimbangkan gatra ekonomi, lingkungan, sosial  budaya  dan  kesehatan  untuk mendapatkan  manfaat  optimal  bagi  petani, masyarakat di bidang pertanian dan lingkungan global.  KP4  UGM  mengaplikasikan  percepatan pertumbuhan  optimal  secara  sinergis  melalui peningkatan  sifat  genetik  dan  rekayasa lingkungan pertumbuhan tanamana

Sumber dari :
Cahyono Agus , Bambang Suhartanto , Bambang Hendro Sunarminto dan Ali Agus
Kebun Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM
Fakultas Kehutanan , Fak Peternakan, Fak. Pertanian UGM