Rabu, Agustus 10, 2011

JENIS-JENIS AGENS HAYATI



Agens Hayati atau Agens Pengendali Hayati adalah setiap organisme atau mahluk hidup, terutama serangga, cendawan, cacing, bakteri, virus dan binatang lainnya yang dapat dipergunakan untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Pada dasarnya agens hayati dibagi menjadi 4 kelompok  yaitu :
1.    Predator
2.    Parasitoid
3.    Patogen serangga
4.    Antagonis patogen tumbuhan.

1.    Predator
Predator  ialah binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.  Predator biasanya mempunyai ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya. Mengingat banyaknya jenis predator secara umum dapat digolongkan menurut beberapa golongan :

a.    Binatang Menyusui
 Beberapa jenis binatang merupakan predator penting pada hama tanaman antara lain : Harimau sebagai pemangsa Babi Hutan; Kucing sebagai pemangsa Tikus.
b.    Burung (Aves)
Banyak jenis burung yang dapat dimanfaatkan sebagai predator hama penting, terutama pemangsa berbagai jenis Ulat daun dan tikus.
c.     Laba-laba
Laba- laba banyak yang hidup sebagai pemangsa terhadap bermacam-macam serangga termasuk hama penting seperti : Wereng Coklat, Wereng Hijau, Penggerek batang, Belalang, Walang sangit dll.
d.    Serangga ( Insecta)
Predator dari kelas serangga memiliki anggauta species yang sangat banyak jumlahnya. Serangga yang paling banyak sebagai predator ialah dari anggauta Kumbang ( Coleoptera ), Capung ( Odonata ), Lalat ( Diptera ) dan beberapa spesies yang lain.  Beberapa contoh serangga yang menjadi predator adalah : Kumbang Helem, Capung dan Belalang yang menjadi predator Kutu Aphis & Wereng Coklat dll.
2.    Parasitoid
Parasitoid ialah serangga yang hidupnya menumpang pada atau didalam tubuh inang (hama) dan menghisap cairan tubuh hama supaya dapat tumbuh secara normal, Akibatnya serangga hama tersebut akan mati.  Serangga parasitoid biasanya mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan  inangnya.  Contoh serangga parasitoid adalah sejenis tabuan Apanteles, Stenobracon yang memarasit larva Penggerek batang, Trichogramma sp. sebagai parasitoid telur penggerek batang dll.
3.    Patogen Serangga

a.    Bakteri

Bakteri patogen serangga yang telah banyak dimanfaatkan dan diproduksi secara komersil sebagai insektisida mikroba adalah Bacillus thuringiensis.

Diskripsi

Bakteri Bacillus thuringiensis (famili Bacillaceae) menghasilkan zat ( metabolik sekunder ) yang bersifat antibiotik, racun ( toksin ) maupun enzima .  Proses penghasilan metabolik sekunder berlangsung ketika masa pertumbuhan vegetatif atau sporulasi.

Bacillus thuringiensis  termasuk golongan pembentuk spora anaerob, merupakan spesies yang komplek dan terdiri atas lebih dari 20 jenis ( serotipe/ subspesies ).  Jenis - jenis ini menghasilkan racun yang bersifat insektisida  (Insektisida Protein Cristal = IPC) diantaranya delta-endotoksin yang dimanfaatkan dalam bidang pertanian.  Kristal dapat berbentuk oktahedral, empat persegi panjang, segitiga atau kubus.
            Sampai saat ini belum ditemukan teknik yang sederhana dengan biaya murah untuk perbanyakan bakteri penyakit serangga hama ( entomopatogen ) di laboratorium.  Perbanyakan Bacillus thuringiensis  tidak dapat dilakukan pada serangga inang  karena bakteri ini tidak dapat tumbuh baik pada tubuh inangnya, sedangkan media buatan untuk pertumbuhan bakteri tersebut mahal.

Proses  Infeksi

Pada umumnya saluran makanan adalah organ tubuh yang pertama kali terserang bakteri.  Dalam saluran makanan, racun dari bakteri akan mengalami penuraian (hidrolisis).  Zat-zat racun tersebut akan dibebaskan dari kristal, sehingga akan meracuni sel-sel epithelia saluran makanan.

Gejala Serangan

Pada tahap awal infeksi bakteri, serangga menunjukkan penurunan aktifitas makan dan cenderung mencari tempat perlindungan ditempat tersembunyi (dibawah daun).  Selanjutnya larva mengalami diare, mengeluarkan cairan dari mulutnya, mengalami lumpuh (paralisis) pada saluran makanan; sehingga terjadi penurunan aktifitas gerakan dan berakhir dengan kematian.

b.    Cendawan

Cendawan  pengendali hayati yang berfungsi sebagai entomopatogen pada umumnya dari kelas Deuteromycetes, ordo Moniliales, seperti Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, Hirsutella saussurei, Nomuraea rileyi dan Paecilomyces sp.  Cendawan-cendawan tersebut di Indonesia belum banyak diproduksi secara komersial, tetapi telah banyak dikembangkan di Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman (LPHP).
Diskripsi
            Cendawan entomopatogen mempunyai kapasitas berkembang biak tinggi, siklus hidup pendek, dapat membentuk spora yang bertahan lama dialam, aman, selektif dan kompatibel dengan berbagai insektisida kimia.  Akan tetapi keberhasilan pemanfaatan cendawan penyakit serangga hama ( entomopatogenik ) sebagai pengendali hama dilapangan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu, kelembaban dan sinar matahari), jumlah spora yang disemprotkan, kemungkinan spora sampai pada sasaran dan waktu aplikasi yang tepat.
Proses Infeksi
            Masuknya cendawan pada tubuh inang melalui kulit tubuh (integumen), saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya.  Inokulum cendawan yang menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh.  Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin.  Cendawan akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati.  Akar (miselia) cendawan menembus keluar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia.  Apabila keadaan kurang menguntungkan perkembangan cendawan hanya berlangsung didalam tubuh inang tanpa keluar menyerang integumen.

Gejala  Serangan

            Serangga yang terserang cendawan patogenik akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi (Beauveria bassiana), rapuh (M. anisopliae) dan cendawan tumbuh menutupi tubuh inang dengan warna cendawan tergantung spesies cendawan, misalnya putih (Beauveria bassiana )  dan hijau tua (M. anisopliae).

c.     Virus

Virus serangga yang dotemukan dilapang pada umumnya tergolong dalam famili Baculoviridae (baculovirus), dan dibagi menjadi 3 subgrup, yaitu :

1)    Subgrup A : Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV)

2)    Subgrup B :  Granulosis Virus (GV)
3)    Subgrup C :  Nonocluded Baculovirus (NOB)
Subgrup A merupakan subgrup besar virus yang banyak digunakan saat ini.
Diskripsi
            Nuclear Plyhedrosis Virus (NPV) memiliki ciri khas, yaitu berupa badan inklusi (inclusion bodies) berbentuk polihedral yang merupakan kristal protein pembungkus virion, dengan diameter 0,2 – 20 µm yang biasanyanya dapat dilihat dibawah mikroskop cahaya biasa.  Sedangkan virionnya berbentuk batang berukuran 40 – 70 x 200-400 µm.

            NPV umumnya menyerang ulat ( larva ), mempunyai inang khusus.  Sifat inang khusus ini layak dikembangkan sebagai pestisida.  Saat ini di Indonesia banyak terdapat jenis NPV ; seperti SL-NPV yang patogenik terhadap Spodoptera litura pada tanaman kedelai, Se-NPV yang patogenik terhadap Spodoptera exigua pada tanaman bawang merah, dan Ha-NPV yang patogenik terhadap Helicoverva armigera pada tanaman tomat dan jagung.

Proses Infeksi

 Polihedra yang menempel pada permukaan tanaman termakan oleh larva, sehingga masuk kedalam saluran pencernaan. Didalam saluran pencernaan yang bersuasana asam (pH 9 – 10) selubung polihedral larut, sehingga membebaskan virion.  Virion akan menginfeksisel epithel saluran pencernaan larva, asuk kedalam inti sel dan memperbanyak diri.  Dalam 1- 2 hari setelah polihedral termakan, larva yang terinveksi menunjukkan gejala serangan.

Gejala Serangan

  Ulat ( larva ) yang terinfeksi menunjukkan gejala tingkah laku yang abnormal, yaitu cenderung bergerak kebagian atas menuju pucuk tanaman, ulat yang semula berwarna pucat keputihan berubah menjadi hitam mengkilat, aktifitas makan berkurang bahkan berhenti, tubuh menjadi lemas, dan kemudian mati dengan menggantung tertumpu pada kaki palsu.  Badan ulat yang terinveksi bila pecah mengeluarkan cairan yang berwarna putih seperti susu.  Gejala penyakit biasanya muncul apabila infeksi sudah sampai pada tahap lanjut.


4.    Agens Antagonis Patogen Tumbuhan

Mekanisme antagonis patogen tumbuhan dalam menekan populasi atau aktifitas patogen tumbuhan dapat berupa hiperparasitisme, kompetisi terhadap ruang dan hara, serta antibiosis dan lisis.
Agens antagonis patogen tumbuhan adalah mikroorganisme yang menekan aktivitas patogen dalam menimbulkan penyakit.  Agens tersebut tidak dapat mengejar inang yang telah masukkedalam tanaman.  Efektifitasnya dapat dilihat dengan tidak berkembangnya penyakit tersebut.

a.    Bakteri

Diskripsi
Bakteri Pseudomonas fluorescens dapat menghasilkan spora, bersifat aerobik, gram negatif, banyak ditemukan pada daerah rizosfir dan tanah, serta lebih efektif pada tanah netraldan basa.  Penanaman pada tanah yang lembab dapat meningkatkan populasi Pseudomonas fluorescens. Kolonisasai akar oleh Pseudomonas fluorescens merupakan persyaratan sebagai agens biokontrol.

Proses Antagonis

Tipe mekanisme antagonis Pseudomonas fluorescens dengan Pseudomonas tolaasii berupa kompetisi unsur hara.  Dapat menekan perkembangan Fusarium sp. melalui kompetisi terhadap unsur Fe yang tersedia.
Cara Aplikasi
Bakteri Pseudomonas fluorescens dapat diaplikasikan pada benih saat sebelum tanam.  Aplikasi pada benih dapat menekan penyakit rebah kecambah (damping-off) yang disebabkan cendawan Rhizoctonia solani.

b.    Cendawan

Diskripsi
Agens antagonis patogen tumbuhan yang telah banyak dikembangkan saat ini adalah Trichoderma spp. dan Gliocladium sp.
Cendawan Trichoderma spp efektif pada tanah masam.  Pada pH netral, perkecambahan propagulnya terhambat dan bahkan tidak berkecambah pada kondisi basa.  Penurunan pH tanah sampai 6 – 6,5 dengan menggunakan belerang pada tanah yang mengandung Trichoderma spp dapat menekan penyakit busuk akar pada bunga Lili.
Cendawan ini sangat menyukai bahan yang banyak mengandung selulosa, seperti sisa-sisa batang jagung. Trichoderma hamatum sensitif terhadap penurunan Fe yang ditimbulkan oleh P. Fluorescens, sehingga kedua agens antagonis ini tidak kompatibel bila diap-likasikan bersama-sama.
            Proses Antagonis
Trichoderma spp  aktif menyerang Rhizoctonia solani dan Phytium sp. menghasilkan enzim kitinase dan ß-1.3-glukanase, dengan proses antagonis parasitisme.  Sedangkan Gliocladium sp. yang bersifat antagonis terhadap beberapa patogen tular tanah, seperti Fusarium moniliforme dan Sclerotium rolfsii, dengan cara kerja antagonis berupa parasitisme, kompetisi dan antibiosis.
Cara Aplikasi
Cendawan Gliocladium sp. dapat diaplikasikan melalui tanah (G. Roseum) dan melalui perlakuan benih (G. Virens) .
Trichoderma viride diaplikaskan 70 hari setelah tanam sebanyak 140 kg /ha.

 

Sebuah Pengalaman Sukses Bertani Cabai di Musim Hujan


Cabai merupakan sayuran yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Sun et al. (2007) melaporkan bahwa cabai mengandung antioksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari serangan radikal bebas. Cabai kelompok tanaman hortikultura yang rentan dengan segala macam hambatan, terutama di musim hujan, misal serangan hama dan penyakit. Oleh karena itu, di lapangan dibutuhkan kecerdasan dan keterampilan khusus tentang budidaya cabai. Selain itu, penting juga untuk menguasai manajemen lapangan, seperti pengaturan drainase, pH (tingkat keasaman) dan kualitas tanah. Virus, menjadi ancaman paling serius bagi tanaman cabai, dibutuhkan tindakan preventif dan profilaksis sedini mungkin, bukan terapi, karena virus belum ada obatnya, yang paling ideal adalah membentuk kondisi imunitas pada cabai.
Dari pengalaman penulis menanam cabai di Desa Sukadamai, Jonggol, Bogor, berbagai penyakit bisa terkendali dengan baik, daun keriting pun bisa dikendalikan dengan hormon/ ZPT, bahkan bisa panen sebanyak 19 kali dalam luasan ± 0.5 Ha dengan populasi tanaman ± 7000 pohon yang ditumpangsarikan dengan jabon. Hasilnya sangat memuaskan, dan inilah nikmatnya menjadi petani. Berikut penulis bagikan pengalaman/ kiat bertani cabai :
A. Persiapan Lahan
1. Siapkan lahan dengan antisipasi kebutuhan air rutin terinterval, pH tanah netral.
2. Olah lahan dengan memberikan pupuk kandang pasca fermentasi sebanyak 2 ton/ha, diperkaya dengan pupuk organik cair dengan kadar C-organik tinggi sebagai media pembiakan mikroba yang sinergis dengan cabai.
3. Perkaya dengan bakteri penambat N, penghasil hormon (ZPT), contohnya Azospirillum sp., Azotobacter sp., dll.
4. Perkaya dengan bakteri pelarut P & K serta bakteri peningkat antibodi tanaman dan biopestisida seperti Bacillus isp., Pseudomonas sp., dll.
B. Persemaian
1. Rendam benih dengan ZPT organik/ pupuk hayati dengan dosis 20 ml/ liter air selama 1 malam.
2. Semprot kabut di daun dengan ZPT organik/ hormon pada pagi/ sore hari saat stomata daun membuka, berikan dengan dosis rendah (2 ml/liter air) setiap minggu sekali.
3. Bibit siap tanam/ pindah lapang pada 20 hari setelah semai.
C. Pemeliharaan dan Pasca Panen
1. Untuk pemeliharaan, siram/kocor pupuk hayati pada perakaran tanaman setiap 2 minggu sekali dengan dosis 10 ml/ liter air.
2. Semprot kabut dengan tepat dosis ZPT Organik/ hormon yang mengandung sitokinin, auksin, giberellin (pemacu percepatan vegetatif), etilena (perangsang bunga), asam absisat (pencegah dehidrasi), dan asam traumalin (pemacu percepatan penyembuhan luka), dimulai pada umur 10 hari setelah tanam, setiap 2 minggu sekali.
3. Setiap pasca panen, semprot kabut pada pagi/ sore hari ketika stomata daun membuka dengan ZPT organik dosis 3 ml/ liter air. Hal ini bermanfaat untuk memperpanjang umur panen dan meningkatkan volume panen, karena ZPT organik yang mengandung asam traumalin dapat mempercepat penyembuhan luka bekas petik, serta mengandung etilena untuk merangsang keluarnya bunga lagi secara serempak.
Karena cabai mutlak dikonsumsi oleh sesama, hendaknya menggunakan sarana pertanian yang murni organik atau jumlah input kimia sintetis yang diminimalkan. “Nikmatnya nikmat jika ancaman berubah menjadi peluang.”

Budidaya Hortikultura di Musim Hujan Kendala dan Kiat Mengatasinya (3)


Bacterial Soft Rot
Penyakit busuk lunak ini sangat sering dijumpai pada tanaman kubis - kubisan. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora ini ditemukan di seluruh dunia. Busuk lunak dapat menyerang seluruh tanaman kubis-kubisan, tetapi lebih sering menyerang sawi putih dan kubis. Jaringan tanaman yang telah terserang menunjukkan gejala basah dan diameter serta kedalamannya melebar secara cepat. Bagian tanaman yang terkena menjadi lunak dan berubah warna menjadi gelap apabila serangan terus berlanjut. Tanaman yang terkena busuk lunak menimbulkan bau yang khas yang dimungkinkan oleh adanya perkembangan organisme lain setelah pembusukan terjadi. Serangan ini bisa terjadi di lahan, saat pengangkutan, ataupun saat penyimpanan. Bakteri busuk lunak timbul dari seresah tanaman yang telah terinfeksi, melalui akar tanaman, dari tanah, dan beberapa serangga. Luka pada tanaman seperti stomata pada daun, serangan serangga, kerusakan mekanis, ataupun bekas serangan dari pathogen lain merupakan sasaran yang empuk untuk serangan bakteri.
Hujan dan suhu yang tinggi mendorong penyebaran di lahan. Infeksi pada saat pengangkutan dan penyimpanan merupakan kontaminasi bakteri saat di lahan maupun pasca panen melalui peralatan pengangkutan dan panen serta tempat penyimpanan. Bakteri busuk lunak dapat berkembang pada suhu 5 – 37oC dengan suhu optimum berkisar 22oC. Pengendalian secara preventif bisa ditempuh melalui kebersihan lingkungan dan sistem budidaya. Menunggu tanah melapukkan sisa-sisa tanaman lama di lahan sebelum menanam tanaman selanjutnya sangat dianjurkan untuk mengatasi hal ini. Lahan harus memiliki drainase yang baik untuk mengurangi kelembaban tanah serta jarak tanamnya harus cukup memberikan pertukaran udara untuk mempercepat proses pengeringan daun saat basah. Pembuatan pelindung hujan dapat pula menghindari percikan tanah dan pembasahan daun yang akan mengurangi gejala busuk lunak. Penyemprotan bacterisida seperti Kocide 77WP dengan interval 10 hari sangat dianjurkan terutama saat penanaman musim hujan.

Black Rot
Penyakit busuk hitam (Black rot) yang disebabkan Xanthomonas campestris pv. Campestris termasuk salah satu penyakit penting pada tanaman kubis - kubisan. Busuk hitam dapat menyerang seluruh tanaman kubis - kubisan. Gejala awal yang timbul adalah pada tepi daun dan berlanjut hingga klorosis membentuk huruf V. Dengan berjalannya waktu, gejala yang timbul tadi kemudian mengering dan seperti terbakar (nekrotis). Serangan umumnya terjadi pada pori daun, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat menyerang di bagian daun mana saja yang telah terserang serangga ataupun luka secara mekanis sehingga memudahkan bakteri masuk. Bakteri ini menyerang jaringan pengangkutan tanaman dan dapat berpindah secara sistematis dalam jaringan pengangkutan tanaman tersebut. Jaringan angkut yang terserang warnanya menjadi kehitaman yang dapat dilihat sebagai garis hitam pada luka atau bisa juga diamati dengan memotong secara melintang pada batang daun atau pada batang yang terkena infeksi. Busuk hitam juga dapat menyebabkan terjadinya busuk lunak. Bakteri banyak terdapat pada seresah dari tanaman yang terinfeksi, tetapi akan mati jika serasah tadi melapuk. Bakteri ini juga terdapat pada tanaman kubis - kubisan yang lain dan tanaman rumput-rumputan serta dapat pula terbawa benih. Suhu serta curah hujan yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan busuk hitam. Bakteri ini berada pada tetesan butir air dari tanaman yang terluka serta dapat menyebar ke seluruh tanaman melalui manusia ataupun peralatan yang sering bergerak melintasi lahan saat kondisi tanaman sedang basah.Pengendalian dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman yang bukan jenis kubis - kubisan, sehingga akan memberikan waktu yang cukup bagi seresah dari tanaman kubis - kubisan untuk melapuk. Lalu menggunakan benih bebas hama dan penyakit yang dihasilkan di iklim yang kering. Hindari untuk bekerja di lahan saat daun tanaman basah. Tanamlah varietas kubis yang tahan terhadap busuk hitam. Penyemprotan bakterisida Kocide 77WP sangat dianjurkan , terutama untuk budidaya di musim penghujan.

Clubroot
Clubroot atau Akar Gada merupakan penyakit terpenting pada tanaman kubis - kubisan yang disebabkan oleh jamur Plasmodiophora brassicae. Penyakit ini menyebar merata diseluruh areal pertanaman kubis di seluruh dunia; sering dijumpai pada daerah dataran rendah dan dataran tinggi . Hampir seluruh tanaman kubis-kubisan sangat rentan terserang akar gada. Kubis, sawi putih, dan Brussels sprout sangat rentan terkena akar gada. Gejalanya adalah pembesaran akar halus dan akar sekunder yang membentuk seperti gada. Bentuk gadanya melebar di tengah dan menyempit di ujung. Akar yang telah terserang tidak dapat menyerap nutrisi dan air dari tanah sehingga tanaman menjadi kerdil dan layu jika air yang diberikan untuk tanaman agak sedikit. Bagian bawah tanaman menjadi kekuningan pada tingkat lanjut serangan penyakit. Spora dapat bertahan di tanah selama 10 tahun, dan bisa juga terdapat pada rumput - runputan. Penyakit ini bisa menyebar melalui tanah, dalam air tanah, ataupun dari tanaman yang sudah terkena. Penyakit ini menyukai tanah yang masam dan serangan dapat terjadi pada suhu antara 10 dan 32oC. Penyakit ini memiliki berbagai bentuk gejala serangan sehingga mendorong untuk memuliakan tanaman yang tahan terhadap penyakit ini.
Pengendalian dilakukan dengan Penggunaan bibit yang bebas hama dan penyakit sangatlah penting dalam budidaya tanaman ini. Pergiliran tanaman kurang sesuai diterapkan untuk kasus ini karena sporanya dapat bertahan lama serta gulma yang dapat menyebabkan penyakit ini. Pengapuran tanah untuk meningkatkan pH menjadi 7.2 sangat efektif untuk mengurangi perkembangan penyakit. Penyiraman fungisida Promefon 250EC pada lubang tanam yang dicampur dengan air saat tanam juga dapat mengurangi perkembangan penyakit. Tanaman yang taha haruslah diuji di beberapa lokasi karena jenis serangannya yang berbeda-beda di setiap lokasi.

• Tanaman Timun-timunan
Alternaria Leaf Spot
Penyakit bercak ternyata tidak hanya menyerang tanaman kubis maupun cabai saja namun juga pada tanaman yang tergolong timun - timunan. Penyakit bercak pada timun ini disebabkan jamur Alternaria cucumerina. Biasanya, penyakit ini menyerang hanya satu jenis tanaman saja. Tanaman dapat terserang pada berbagi fase pertumbuhan. Serangan pada bibit tanaman dapat menyebabkan mati atau kerdil. Sedangkan pada tanaman yang lebih tua akan layu pada tengah hari pada beberapa waktu, kemudian layu untuk seterusnya dan akhirnya mati. Jaringan angkut tanaman menjadi kuning atau coklat. Penyakit ini dapat bertahan di tanah untuk jangka waktu lama. Penyakit ini bisa berpindah dari satu lahan ke lahan lain melalui mesin - mesin pertanian, seresah daun yang telah terserang, dan air irigasi. Suhu tanah yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan penyakit ini. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan : menggunakan varietas yang tahan. Menghindari penanaman di lahan yang telah diketahui mengandung penyakit ini. Serta mencuci peralatan saat berpindah dari lahan satu ke lahan lainnya. Lahan yang tergenangi untuk padi dapat mengurangi keberadaan penyakit di tanah. Apabila terlanjur ada serangan, dianjurkan untuk menyemprot fungisida Promefon 250EC bergantian dengan Victory 80WP.

Fusarium Wilt
Layu fusarium merupakan penyakit yang sering menyerang tanaman famili timun - timunan. Penyebabnya adalah Fusarium oxysporum f.sp. cucumerinum pada mentimun, F. oxysporum f.sp. melonis pada melon cantaloupe; dan F. oxysporum f.sp. niveum pada semangka. Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, namun beberapa jenis terdapat hanya pada lokasi tertentu saja. Seperti halnya penyakit alternaria, penyakit ini hanya menyerang satu jenis tanaman saja. Tanaman yang terserang bisa terjadi pada berbagai tahap pertumbuhan. Mulai dari bibit hingga tanaman tua. Baik saat bibit maupun tanaman dewasa , serangan penyakit ini dapat meyebabkan layu yang akhirnya mati. Tandanya dapat dilihat pada jaringan angkut tanaman yang berubah warna menjadi kuning atau coklat.Penyakit ini dapat bertahan di tanah untuk jangka waktu lama dan bisa berpindah dari satu lahan ke lahan lain melalui mesin - mesin pertanian, seresah daun yang telah terserang, maupun air irigasi. Suhu tanah yang tinggi sangat sesuai untuk perkembangan penyakit ini. Adapun pengendalian nya dapat dilakukan dengan : menggunakan varietas yang tahan bila memungkinkan. Hindari lahan yang telah diketahui mengandung penyakit ini. Cucilah peralatan saat berpindah dari lahan satu ke lahan lainnya. Lahan yang tergenangi untuk padi dapat mengurangi keberadaan penyakit di tanah.

Downy Mildew
Downy Mildew termasuk penyakit yang paling merusak pada tanaman timun-timunan yang disebabkan oleh jamur Pseudoperonospora cubensis. Penyakit ini banyak terdapat pada mentimun dan melon, tetapi sesekali menyerang dapat merusak seluruh tanaman timun-timunan. Gejala yang timbul biasanya terjadi pada daun yang berupa bercak kekuningan yang berubah dari kecoklatan menjadi coklat tua. Saat kelembaban tinggi, timbulnya spora menjadi bukti pada bagian bawah daun yang luka dimana spora tadi masuk ke dalam daun melalui stomata dan menghasilkan spora yang berwarna. Penyakit ini merupakan parasit yang dapat berada pada tanaman yang dibudidayakan, tanaman local / induk, ataupun jenis timun-timunan yang liar di daerah tropis dan subtropics.

Spora yang terbawa oleh udara atau percikan air hujan menjadi penyebab utama penyebaranya. Selain itu, adanya perbedaan suhu yang tinggi ditambah dengan kelembaban yang tinggi dari embun , kabut, atau hujan mempengaruhi pesatnya penyebaran sporanya. Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan varietas yang tahan bila ada. Penyemprotan fungisida Starmyl 25WP dicampur Victory 80WP sangat dianjurkan jika tidak ada varietas yang tahan dan guna mencegah serta mengendalikan penyakit agar tidak meluas.

Late Blight
Busuk Daun atau Late Blight merupakan penyakit busuk pada tanaman tomat yang disebabkan oleh jamur Phytophthora infestans. Penyakit ini ditemukan di iklim sedang dan daerah datarn tinggi tropis. Penyakit late blight ini tidak hanya menyerang bagian daun saja melainkan juga batang serta buahnya. Pada bagain daun serangan ditandai dengan munculnya potongan - potongan kecil yang tidak beraturan dan berair serta menutupi bagian terbesar daun. Pembentukan spora jamur dapat dilihat pada sisi bawah daun dan berwarna putih. Kemudian luka mengering dan menjadi coklat. Akhirnya terjadi bercak pada seluruh daun. Pada bagian batang penyakit ini ditandai dengan muncul luka - luka kecil yang tidak beraturan dan berair dan dapat mematikan bagian batang dan tangkai daun yang terserang, atau menempel, dan membentuk luka berwarna coklat tua. Sedangkan pada bagian buahnya ditunjukkan dengan permukaan halus, kehijauan hingga coklat, bagian yang memiliki bentuk tidak beraturan tersebut membuat buah menjadi kasar dan permukaan buah menjadi ulet. Luka dapat melebar pada seluruh buah.

Daun yang basah dalam waktu yang lama dari seringnya hujan atau embun, serta kondisi suhu dingin hingga sedang merupakan kondisi yang sesuai untuk perkembangan penyakit ini. Adanya cuaca yang kering dan panas dapat menghentikan perkembangan penyakit ini.

Jamur penyebab penyakit busuk daun dapat bertahan pada tanaman tomat dan kentang terutama pada umbi kentang. Tetapi tidak dapat bertahan pada jaringan yang melapuk. Spora menyebar melalui angin dan percikan air hujan. Air yang berada di permukaan tanaman pun bisa menyebabkan perkecambahan dan penyerangan spora. Pengendalian dapat dilakukan dengan memberikan fungisida seperti Starmyl 25WP (Metalaksil), Victory 80WP (Mancozeb), Kocide 77WP (tembaga hidroksida). Gunakan tanaman yang bebas hama dan penyakit. Hindari penanaman tomat dekat lahan kentang atau lahan yang sebelumnya pernah ditanami kentang. Bakar seresah tanaman tomat atau kentang yang terinfeksi. Beberapa tanaman memiliki ketahanan terhadap jenis 0, tapi tidak tahan terhadap jenis 1.

Bacterial Wilt
Seperti halnya pada tanaman cabe, penyakit layu bakteri juga bisa menyerang tanaman tomat. Namun, penyebabnya adalah Ralstonia solanacearum, yang sebelumnya dikenal dengan Pseudomonas solanacearum. Serangan paling parah terdapat di daerah tropis dan subtropics dengan curah hujan tinggi. Penyakit layu bakteri menyerang hanya pada beberapa kelompok tanaman saja. Gejala awal ditunjukkan berupa layu pada daun - daun pucuk, dua hari kemudian layu mendadak dan permanent. Akar adventis dapat berkembang pada batang utama. Gejala tambahan berupa pencoklatan pada jaringan pembuluh, jaringan gabus berair dan diikuti pencoklatan dan kemudian pecoklatan jaringan kortek yang dekat dengan tanah. Aliran masa bakteri dapat dilihat ketika potongan batang yang masih segar dicelupkan dalam air.

Diantara beberapa tanaman hortikultura yang ada, tomat merupakan tanaman yang paling peka terhadap penyakit ini. Bakteri penyebab layu ini ternyata dapat bertahan di dalam tanah dalam waktu yang lama meskipun tanpa adanya tanaman inang. Bakteri in
i menembus akar melalui luka, yang dapat disebabkan oleh serangga, nematode dan luka akibat praktek budidaya. Suhu dan kelembaban tanah yang tinggi sangat kondusif / cocok untuk pertumbuhan penyakit ini. Hingga saat ini belum ada pengendalian secara kimiawi yang effektif . Namun untuk pencegahan sebaiknya sebelum tanam, perlu dilakukan sterilisasi tanah atau pengasapan bedengan. Pergiliran system tanam dengan tanaman tahan kurang berhasil, namun demikian pergiliran dengan tanaman padi dapat mengurangi gejala sengan penyakit layu bakteri. Varietas yang toleran dapat bertahan hingga 70 – 80%. Gunakan bedengan yang tinggi agar drainase dapat berjalan baik. Menjaga tanah agar tetap pada pH 5.5 atau lebih tinggi. Hindari penggunaan lahan yang telah terinfeksi oleh nematode.

Blossom End Rot
Busuk Ujung Buah atau Blossom End Rot juga termasuk penyakit penting pada tanaman tomat terutama di musim hujan. Penyakit ini ditandai dengan adanya luka berwarna kecoklatan sampai coklat tua pada bagian ujung buah yang nampak cekung. Luka tersebut membesar dan menjadi lebih cekung dan kulit mengelupas, kemudian diikuti oleh busuk kering. Jamur berwarna hitam tumbuh pada permukaan yang luka. Busuk ujung buah bukanlah disebabkan oleh penyakit namun lebih disebabkan oleh kekurangan unsur kalsium. Kondisi musim hujan yang ada berdampak pada berkurangnya serapan unsur kalsium pada tanaman tomat antara lain sehingga menimbulkan fluktuasi kelembaban tanah maupun kemasaman tanah, penggunaan nitrogen dalam bentuk ammonium, pemupukan nitrogen yang berlebihan, kelembaban relatif yang tinggi dan kerusakan akar. Yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan. Agar tidak terjadi hal seperti ini maka dianjurkan : menggunakan varietas yang lebih tahan terhadap penyakit ini. Jika perlu, berikan kapur atau pemupukan kalsium sebelum tanam. Irigasi selama cuaca kering dan gunakan mulsa agar kelembaban tanah tempat tumbuh tanaman konstan. Perawatan tanaman harus hati - hati untuk mengurangi resiko kerusakan akar. Hindari penggunaan pupuk nitrogen yang berlebihan, khususnya dalam bentuk ammonium. Hindari pula lahan yang sulit diairi atau yang mempunyai tingkat kemasaman tinggi. Penyemprotan pupuk mikro FItomic setiap minggu mulai awal pembentukan buah sangat mengurangi timbulnya penyakit ini.