Pengertian
Budidaya organik dapat diartikan suatu sistem produksi pertanaman yang
berasaskan daur ulang hara secara hayati. Menurut Herwood (cit. Papendick & Elliott,
1984) ada tiga ragam pendauran hara yang diminati petani budidaya organik. Ragam
pertama ialah pendauran hara di dalam usahatani dengan sumber-sumber yang berasal dari
luar usahatani. Ragam kedua ialah pendauran hara di dalam usahatani dengan sumbersumber
yang berasal dari usahatani sendiri berupa sisa pertanaman. Ragam ketiga ialah
pendauran hara di dalam petak pertanaman.
Pendauran ragam pertama berguna menambahkan hara kepada tanah dan luar
usahatani. Bahan-bahan yang digunakan ialah sampah permukiman, limbah rumah tangga,
atau limbah industri. Cara ini mirip dengan pemupukan konvensional dengan pupuk
kimiawi buatan. Namun ada perbedaan besar dalam hal daya pengaruh dan
konsekuensinya. Pupuk kimiawi buatan memasok hara tertentu berupa senyawa anorganik
berkadar tinggi dan mudah larut. Bahan organik memasok berbagai macam hara terutama
berupa senyawa organik berkadar rendah dan tidak mudah larut. Disamping itu senyawa
organik berdaya membenahi perilaku fisik dan fisika kimia tanah serta menyehatkan
kehidupan flora dan fauna tanah. Pendauran ragam kedua dapat diliwatkan ternak atau
pengomposan. Cara ini tidak menambahkan hara kepada tanah, hanya mengembalikan hara
yang tidak terangkut ke luar bersama dengan hasilpanen. Kandungan hara dalam tanah
secara berangsur tetap berkurang karena setiap kali ada yang terbawa ke luar bersama
dengan hasilpanen. Kegunaannya ialah memperpanjang umur produktif tanah.
Pengembalian sisa pertanaman liwat pencernaan ternak atau pengomposan berdaya
memperbaiki mutu bahan organik dan segi fisik, kimia dan biologi.
Pendauran ragam ketiga biasanya melibatkan tanaman legum untuk memenuhi
bagian basar atau seluruh kebutuhan hara N pertanaman pokok. Dalam hal ini terjadi
penambahan hara N dari luar, yaitu dari atmosfer. Tanaman legum dapat ditanam secara
bergilir atau berseling dengan pertanaman pokok di petak yang sama, atau ditanam berjajar
dengan pertanaman pokok di petak yang terpisah menurut sistem pertanaman lorong (alley
cropping). Yang ditanam secara bergilir atau berseling dengan pertanaman pokok dapat
berupa tanaman legum yang sekaligua juga menghasilkan komoditas penting (kedelai,
kacang tanah), atau tanaman legum yang khusus menghasilkan pupuk hijau. Yang ditanam
dengan sistem pertanaman lorong adalah legum pohon yang dipungut daunnya untuk
pupuk hijau atau mulsa. Legum pohon memberikan keuntungan tambahan berupa kayu
bakar. Pupuk hijau dan t.anaman lorong menambahkan hara dari petak lain ke petak
pertanaman pokok.
Ciri lain dari budidaya organik ialah penggunaan pipuk hayati (biofertilizers).
Pupuk hayati ialah sediaan organik yang peran ameliorasinya barasal dari kandungan jasad
renik aktif. Pupuk hayati dipilahk:an menurut macam unsur hara yang ditanganinya. Salah
satu pupuk hayati N yang sudah dikenal baik di Indonesia ialah inokulum Rhizobium
untuk kedelai. Pupuk hayati N yang lain ialah sediaan jasad renik penambat N2 udara nonsimbiotik
(Azotobacter, Azospirillurn). Pupuk hayati P ialah sediaan jasad renik pelarut
fosfat (Pseudomonas, Bacillus, Aspergillus, Penicillium) yang berguna meningkatkan
kadar P tersediakan dalam tanah atau meningkatkan keterlarutan P dalam pupuk fosfat
alam. Inokulum mikorisa sering juga digolongkan dalam pupuk hayati P karena dapat
melancarkan serapan P oleh tanaman. Sebetulnya peranan mikorisa lebih luas. Mikorisa
juga berdaya meningkatkan serapan hara mikro Zn dan Cu serta meningkatkan
kemampuan tanaman menyerap air. Fungus ini juga berguna melawan peracunan tanaman
oleh unsur-unsur logam berat, a.l. Mn dan Cd (Anon., 1990). Ada yang memperkirakan
mikorisa dapat memperluas sistem perakaran tanaman sampai 1000 x. Maka mikorisa juga
berkemampuan mengurangi kerentanan tanah terhadap erosi.
Pupuk hayati C ialah inokulum untuk mempercepat pengomposan dan
memperbaiki mutu kompos (Trichoderma). Penelitian di Thailand membuktikan bahwa
pengomposan dengan cara ini memperbaiki ketersediaan N dalam bahan organik dan
pemberian komposnya kepada tanah meningkatkan N tersediakan dalam tanah (Anon.,
1990). Kompos yang dibuat dengan cacing tanah (vermicompost) akhir-akhir ini medapat
perhatian luas sebagai pupuk hayati penting. Penebaran biakan cacing tanah dalam tanah
dapat memperbaiki sifat fisik dan kimiawi tanah serta dapat memacu kegiatan jasad renik
tanah.
Kegunaan
Kegunaan budidaya organik pada dasarnya ialah meniadakan atau membatasi
keburukan budidaya kimiawi dan risiko yang ditimbulkannya. Hal itu mencakup:
1. Menghemat penggunaan hara tanah, berarti memperpanjang umur produktif tanah
2. Melindungi tanah terhadap kerusakan karena erosi dan mencegah degradasi tanah
karena kerusakan struktur (pemampatan)
3. Menghindarkan terjadinya ketimpangan hara dalam tanah, bahkan dapat memperbaiki
neraca hara dalam tanah
4. Memperbaiki penyediaan lengas tanah, sehingga membatasi risiko kekeringan pada
pertanaman dan memperbaiki ketersediaan hara tanah dan hara pupuk mineral, berarti
meningkatkan efisiensi penggunaannya dan menghemat penggunaan pupuk buatan
yang mahal.
5. Melindungi pertanaman terhadap cekaman oleh unsur-unsur yang ada dalam tanah (Al,
Fe, Mn) atau yang masuk ke dalam tanah dari bahan-bahan pencemar (logam-logam
berat)
6. Tidak membahayakan kehidupan flora dan fauna tanah, bahkan dapat menyehatkannya,
berarti berdaya memelihara ekosistem tanah
7. Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, khususnya atas bekalan-bekalan air,
karena zat-zat kimia yang dikandungnya berkadar rendah dan berbentuk senyawa yang
tidak mudah larut
8. Berharga murah karena pupuk organik terutama dihasilkan dari bahan-bahan yang
tersediakan di dalam usahatani sendiri dan pupuk hayati hanya diperlukan dalam
jumlah sedikit, sehingga menekan biaya produksi usahatani
9. Merupakan teknologi berkemampuan ganda, sehingga cocok sekali untuk diterapkan
pada tanah-tanah yang berpersoalan ganda yang terdapat luas sekali di Indonesia (tanah
acrisol, nitosol, ferralsol).
Menurut pengalaman di Lampung (Sudjadi, 1991) dan di Kalimantan Selatan
(Jurusan Ilmu Tanah UGM, penelitian sedang berjalan), Mucuna sp. (benguk) yang
dikombinasikan dengan bahan fosfat alam dapat menghasilkan pupuk hijau baik dalam
jumlah cukup banyak. Dalam percobaan di Lampung, dalam waktu 120 hari Mucuna sp.
menghasilkan biomassa sebanyak 5-14 ton ha-1, tergantung pada tempat. Disamping untuk
memasok N liwat penyematan N2 udara secara hayati dan melindungi tanah terhadap erosi,
Mucuna sp. juga berguna mengalihragamkan sebagian fosfat anorganik menjadi fosfat
organik untuk membentuk cadangan fosfat yang awet dalam tanah.
Sudjadi (1991) juga melaporkan bahwa alang-alang merupakan sumber bahan
organik yang baik untuk memperbaiki produktivitas tanah podsolik. Pemberian 3 ton ha-1
kepada suatu pertanaman campuran padi gogo - jagung dapat menaikkan hasilpanen padi
gogo 175 kg ha-1 (k.l. 23%) dan jagung 200 kg ha-1 (k.l. 11%). Bahan alang-alang juga
menaikkan efisiensi pupuk buatan N dan K yang diberikan.
Pengamatan di Jambi menunjukkan bahwa pertanaman lorong berhasil mencegah
erosi, khususnya dengan pohon legum Flemingia congesta sebagai tanaman lorong.
Menggunakan pangkasan daun pohon legum lorong sebagai mulsa yang diberikan setiap
dua bulan sekali dapat memperbaiki struktur tanah dan menaikkan kadar bahan organik
dan kadar N dalam tanah setelah dua tahun. Menggunakan pangkasan daun sebagai pupuk
hijau dapat menaikkan tanggapan tanaman jagung, padi gogo dan kedelai terhadap
pemberian unsur hara P, K dan Mg serta pengapuran (Sudjadi, 1991).
Percobaan di Maros, Sulawesi Selatan, di kawasan tanah latosol - podsolik
menunjukkan bahwa pertanaman kedelai yang tidak diberi pupuk akan tetapi diinokulasi
dengan Rhizobium memberikan hasil 24% lebih tinggi daripada yang tidak diinokulasi,
yaitu 2,07 ton ha-1 lawan 1,67 ton ha-1. Bahkan hasil tersebut masih lebih tinggi 5%
daripada hasil terbaik yang dipupuk dan dikapur akan tetapi tanpa inokulasi (Syam dkk.,
1985). Dari Thailand dilaporkan bahwa di tanah-tanah miskin P hasil kedelai dengan
inokulum Rhizobium tanpa pupuk meningkat 89% dibandingkan dengan yang tanpa
inokulum dan tanpa pupuk. Kalau inokulasi digabungkan dengan pupuk buatan P dan K,
hasilnya bertambah lagi 35% daripada yang hanya diberi inokulasi. Kalau Rhizobium
disulih dengan pupuk buatan N, hasilnya malah turun (Boonkerd dkk., 1991). Di Thailand
ditemukan sematan N oleh Rhizobium pada kedelai dapat mencapai rerata lebih daripada
100 kg ha-1, berarti memasok lebih daripada 50% kebutuhan pertanaman kedelai yang
memberikan hasil di atas 2 ton ha-1 (Anon., 1990). Sematan 100 kg N setara dengan 217 kg
pupuk urea.
Inokulasi Rhizobium juga penting pada pertanaman kacang tanah. Percobaan di
tanah podsolik Jasinga, Jawa Barat, menunjukkan bahwa inokulasi menaikkan longgokan
N dalam jaringan tanaman sebanyak 81-133% di atas yang tidak diinokulasi, tergantung
pada macam sediaan inokulum dan varietas kacang tanah. Hal semacam ini juga ditemukan
pada kedelai (Sutarto dkk., 1986). Dengan inokulasi sisa pertanaman kacang tanah dan
kedelai menjadi pupuk hijau yang lebih baik bagi pertanaman pangan bukan legum dalam
pergilirian pertanaman.
Perkembangan mikorisa yang subur membentuk benang-benang hifa yang rapat,
menjulur dari permukaan akar ke dalam tanah. Karena halusnya, hifa dapat menembus
pori-pori tanah yang tidak dapat dimasuki oleh akar-akar rambut yang terhalus sekali pun.
Dengan demikian volum efektif tanah yang terjangkau sistem perakaran meningkat sekali
dan efektivitas penyerapan air dan hara menjadi sangat meningkat pula. Tanaman menjadi
lebih tegar menghadapi risiko kekeringan dan dapat hidup lebih baik di tanah-tanah yang
semula dinilai miskin hara.
Dengan inokulasi jasad renik pelarut fosfat pemupukan fosfat cukup dikerjakan
dengan bahan fosfat alam yang murah, tidak perlu dengan pupuk buatan TSP yang mahal.
Maka kebutuhan akan pupuk P buatan, berarti ketergantungan pada industri petrokimia,
dapat sangat dibatasi atau bahkan dapat ditiadakan. Hal ini akan sangat meringankan beban
biaya produksi petani, khususnya petani kecil. Menurut pengalaman di India, penggunaan
jasad renik penambat N dan pelarut fosfat secara gabungan dapat meningkatkan hasilpanen
padi dan "chikpea" (Cicer arietinum) secara nyata dan dapat memotong kebutuhan pupuk
N buatan sampai setengahnya dan mengganti pupuk P buatan dengan batuan fosfat alam
(Anon., 1990).
Pengujian di Filipina menunjukkan bahwa pemberian kompos yang dibuat dengn
aktivator Trichoderma dan ditambah hanya dengan setengah takaran pupuk buatan yang
biasa diberikan dapat meningkatkan hasilpanen sampai 20% dibandingkan dengan yang
dipupuk dengan takaran penuh pupuk buatan (Anon., 1990). Vermicompost sudah mulai
diproduksi di Indonesia dari sampah kota, a.l. di Semarang. Kegiatan penelitian Jurusan
Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UGM yang sedang berjalan berkaitan dengan budidaya
organik a.l. mencakup pengomposan pangkasan alang-alang dengan aktivator
Trichoderma, pembuatan dan pengujian kompos Azolla untuk ameliorasi lahan kritis, dan
pembuatan biakan cacing tanah yang dilepaskan dalam tanah untuk memperbaiki sifat
fisik, kimia dan biologi tanah.
Pupuk organik dan hayati mempunyai berbagai keunggulan nyata dibandingkan
dengan pupuk mineral. Pupuk organik dengan sendirinya merupakan keluaran setiap
budidaya pertanian, sehingga merupakan sumber hara makro dan mikro yang boleh
dikatakan cuma-cuma. Pupuk hayati secara nisbi murah dan diperlukan dalam jumlah
sedikit. Dengan pengelolaan yang baik, tanah yang pernah dinokulasi dengan Rhizobium
atau mikorisa dan ditanami dengan tanaman yang sama biasanya tidak memerlukan
inokulasi ulang. Biakan cacing tanah yang dilepaskan dalam tanah yang sesuai secara
ekologi akan berkembang dengan sendirinya. Pupuk organik dan hayati berdaya ameliorasi
ganda dengan berbagai proses yang saling mendukung, bekerja menyuburkan tanah dan
sekaligus mengkonservasi tanah dan menyehatkan ekosistem tanah serta menghindarkan
terjadinya pencemaran lingkungan.
Sistem Gizi Tanaman Terpadu
Dalam penerapan budidaya organik ditemui beberapa kendala berupa keruahan
(bulkiness) pupuk organik, takaran harus banyak, dan dapat menghadapi persaingan
dengan kepentingan lain dalam memperoleh sisa pertanaman atau limbah organik dalam
jumlah cukup. Misalnya, jerami padi banyak diminati oleh pabrik kertas, ampas tebu
digunakan sendiri oleh pabrik gula untuk bahan bakar, dan sampah kota biasa digunakan
untuk menimbun lahan rendah untuk memperluas lahan bangunan di kota-kota.
Pupuk hayati masih berada pada awal pengembangan. Pada waktu ini keberhasilan
penggunaannya masih terbatas, terutama karena produksinya belum dapat memenuhi
jumlah kebutuhan. Untuk mencukupi kebutuhan, pupuk hayati perlu diproduksi secara
industri sebagaimana yang dikerjakan orang di negara-negara maju. Di Indonesia orang
belum berpikir ke arah itu karena kebijakan pembangunan pertanian masih mementingkan
budidaya kimiawi. Maka dari itu bioteknologi yang menjadi dasar pengembangan pupuk
hayati belum memperoleh perhatian sebagaimana mestinya.
Budidaya organik belum dapat diterapkan secara murni mengingat kendala-kendala
tersebut tadi. Disamping itu di tanah-tanah yang sangat miskin hara pupuk organik dan
hayati perlu dilengkapi dengan pupuk mineral, khusus pada tahap awal
pembudidayaannya. Pupuk mineral diperlukan agar supaya takaran pupuk organik tidak
menjadi terlalu banyak menyulitkan pengelolaannya. Sejalan dengan proses pembangunan
kesuburan tanah oleh pupuk organik dan hayati, secara berangsur kebutuhan pupuk mineral
yang berkadar hara tinggi dapat dikurangi. Penggabungan budidaya organik dengan
budidaya kimia disebut sistem gizi tanaman terpadu (integrated plant nutrition system,
IPNS) yang sekarang sedang dikembangkan secara luas di negara-negara Asia dan Pasifik
oleh prakarsa FAO. Di dalam IPNS penggunaan pupuk organik dan hayati bertujuan
jangka panjang untuk membangun sistem bekalan hara (nutrient supply system) dalam
tanah yang baik dan mantap. Penggunaan pupuk kimia bertujuan jangka pendek untuk
memasok hara secara segera sambil menunggu berfungsinya sistem bekalan hara yang
efektif secara berkelanjutan.
Suatu contoh tanah yang sangat miskin hara P dan K ialah tanah podsolik di kawasan
transmigrasi Sitiung, Sumatera Barat. Dalam lapisan permukaannya setebal 45 cm
terkandung setiap ha 7,0 ton N dan hanya 5 kg P dan 5 kg K (dihitung dari data Sudjadi,
1984). Pertanaman jagung dengan hasilpanen 3 ton ha-1 tongkol membawa pergi bersama
dengan hasilpanen 37 kg N, 8 kg P dan 15 kg K (dihitung dari data van Dijk, 1951). Jelas
persediaan P dan K dalam tanah tidak mencukupi untuk satu kali panen tongkol saja,
belum lagi yang diambil bagian tanaman yang lain. Dalam hal seperti ini pupuk organik
perlu dilengkapi dengan pupuk mineral P dan K yang berkadar lebih tinggi. Akan tetapi
dengan tersedianya pupuk hayati pelarut fosfat, pupuk mineral P tidak perlu yang buatan
(TSP), cukup batuan fosfat alam yang jauh lebih murah dan lebih awet dalam tanah.
Dengan sistem pendauran hara yang mengembalikan seluruh sisa pertanaman ke petak
pertanaman, sehingga hara yang terangkut ke luar hanya yang terdapat dalam tongkol,
persediaan N dalam tanah podsolik tersebut akan cukup untuk 190 musim tanam jagung.
Sudah barang tentu tidak dapat dibenarkan menguras habis persediaan N dalam tanah.
Maka persediaan N harus dipelihara dengan pupuk organik atau pupuk hayati, tidak perlu
dengan pupuk N buatan (urea).
Analisis ekonomi atas suatu pengujian inokulasi kedelai di Thailand menunjukkan
bahwa apabila pada pemupukan N-P-K dengna mineral pupuk N-nya disulih dengan
inokulasi Rhizobium, pendapatan bersih naik 2 kali lipat dan persen pendapatan bersih
terhadap biaya variabel meningkat 3 kali lipat. Apabila hanya dilakukan inokulasi saja,
pendapatan bersih naik 1,4 kali dan persen pendapatan bersih terhadap biaya variabel naik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar