Alasan kesehatan dan kelestarian alam menjadikan pertanian organik sebagai salah satu alternatif pertanian modern. Pertanian organik mengandalkan bahan – bahan alami dan menghindari input bahan sintetik, baik berupa pupuk, herbisida, maupun pestisida sintetik.
Namun petani sering mengeluhkan hasil pertanian organik yang produktivitasnya cenderung rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Masalah ini sebenarnya bisa diatasi dengan memanfaatkan ” Bioteknologi berbasis Mikroba ” yang diambil dari sumber – sumber kekayaan hayati.
Tanah sangat kaya akan keragaman “Mikroorganisme” ….. seperti bakteri, Aktinomecetes, Fungi, Protozoa, Alga dan Virus ……..
Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. ……..
Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungkan bagi pertanian, yaitu : ” berperan dalam menghancurkan limbah organik “, ” recycling hara tanaman “, ”fiksasi biologis nitrogen “, ”pelarutan fosfat” , ” merangsang pertumbuhan “, ”biokontrol patogen ” dan ” membantu penyerapan unsur hara “.
Bioteknologi berbasis “Mikroba”dikembangakan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tersebut.
TEKNOLOGI KOMPOS BIOAKTIF
Salah satu masalah yang sering di temui ketika menerapkan pertanian organik adalah ” kandungan bahan organik ” dan ” status hara tanah” yang rendah.
Petani organik mengatasi masalah tersebut dengan memberikan ” pupuk hijau” atau “pupuk kandang”. Kedua jenis pupuk itu adalah limbah organik yang telah mengalami penghancuran sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Limbah organik seperti sisa-sisa tanaman dan kotoran binatang ternak tidak bisa langsung diberikan ke tanaman.
Limbah organik harus dihancurkan atau dikomposkan terlebih dahulu oleh mikroba tanah menjadi unsur hara yang dapat di serap oleh tanaman. Proses pengomposan alami membutuhkan waktu yang sangat lama, antara 6 bulan hingga setahun, sampai bahan organik tersebut benar-benar tersedia bagi tanaman.
Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan ” mikroba penghancur ” atau ” Decomposer ” yang berkemampuan tinggi. Penggunaan mikroba dapat mempersingkat proses dekomposisi dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Salah satu produk decomposer di pasaran yang beredar adalah ”DECOMPOSER BIO SUPER ACTIVE” ( DECOMPOSER BSA).
KOMPOS BIOAKTIF adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan ” mikroba Lignoselulolitik ” unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman. Bio dekomposer unggul yang di gunakan adalah : ” Trichoderma pseudokoloningii, Cytopaga sp, dan fungi pelapuk putih.
Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan menjadi sekitar 2-3 minggu. Mikroba akan berperan untuk mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit tanaman.
BIO FERTILIZER
Petani organik sangat menghindari pemakaian pupuk kimia. Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman , petani organik mengandalkan kompos sebagai sumber utama nutrisi tanaman. Sayangnya kandungan hara kompos rendah. Kompos matang kandungan haranya kurang lebih 1,69 %N, 0,34 %P2O5, dan 2,81 % K. Dengan kata lain 100 kg kompos setara dengan 1,69 kg Urea, 0,34 kg SP 36, dan 2,18 kg KCL.
Sebagai contoh : untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya 200 kg urea/ha, 75 kg SP 36/ha dan 37,5 kg KCL/ha, membutuhkan kompos sebanyak 22ton/ha. Jumlah kompos yang demikian besar ini memerlukan banyak tenaga dan berimplikasi pada naiknya biaya produksi.
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman ( unsur makro ) yaitu : Nitrogen (N), Phosfat (P), Kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara, kurang lebih 74 % kandungan udara adalah N. Namun N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain ” Rhizobium sp ” yang hidup dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (leguminose). Mikroba penambat N non – simbiotik misalnya ” Azospirillum sp ” dan ” Azotobacter sp “. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa di gunakan untuk tanaman leguminose saja. sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat di gunakan untuk semua jenis tanaman.
Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah ” mikroba pelarut Phospat (P) dan Kalium (K) “. Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun hara P ini sedikit atau tidak tersedia bagi tanaman karena terikat pada mineral liat tanah. Disinilah peranan mikroba pelarut P di butuhkan untuk melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman.
Mikroba yang dapat melarut P antara lain adalah : Aspergillus sp, Penicillium sp, Psedomonas sp, dan Bacillus megatherium. Mikroba ini juga berfungsi untuk melarutkan unsur K.
Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah : MIKORIZA yang bersimbiosis pada akar tanaman. Setidaknyaada dua jenis mikoriza yang sering di pakai untuk Biofertilizer yaitu : Ektomikoriza dan Endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering di manfaatkan adalah : Glomus sp dan Gigaspora sp.
Beberapa mikroba tanah mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang di hasilkan oleh mikroba akan di serap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman antara lain : Psedomonas sp dan Azotobacter sp. Mikroba-mikroba bermanfaat tersebut di formulasikan dalam bahan pembawa khusus dan digunakan sebagai biofertilizer yang setidaknya dapat menyuplai lebih dari setengah kebutuhan hara tanaman.
AGEN BIOKONTROL
Hama dan penyakit merupakan salah satu kendala serius dalam budidaya pertanian organik. Jenis-jenis tanaman yang terbiasa dilindungi oleh pestisida kimia umumnya sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit ketika di budidayakan dengan sistem organik. Alam sebenarnya telah menyediakan mekanisme perlindungan alami.
Di alam terdapat mikroba yang dapat mengendalikan organisme patogen tersebut. Organisme patogen tersebut akan merugikan tanaman ketika terjadi ketidak seimbangan populasi antara organisme patogen dengan mikroba pengendalinya. Dimana jumlah organisme patogen lebih banyak dari pada jumlah mikroba pengendalinya. Apabila kita dapat menyeimbangkan populasi ke dua jenis organisme ini maka hama dan penyakit tanaman akan dapat di hindari.
Mikroba yang dapat mengendalikan hama tanaman antara lain BACILLUS THURIGIENSIS (BT) , Bauveria bassiana, Paecilomyces fumosoroseus dan Metharizium anisopliae. Mikroba ini mampu menyerang dan membunuh berbagai serangga hama.
Mikroba yang dapat mengendalikan penyakit tanaman antara lain : Trichoderma sp yang mampu mengendalikan penyakit tanaman yang di sebabkan oleh Gonoderma sp, JAP ( jamur akar putih ), dan Phytoptora sp .
Produk-produk bioteknologi mikroba hampir seluruhnya menggunakan bahan-bahan alami. Produk ini dapat memenuhi kebutuhan petani organik. Kebutuhan bahan organik dan hara tanaman dapat dipenuhi dengan kompos bioaktif dan aktivator pengomposan.
Aplikasi biofertilizer pada pertanian organik dapat menyuplai kebutuhan hara tanaman yang selama ini di penuhi dari pupuk-pupuk kimia. serangan hama dan penyakit tanaman dapat dikendalikan dengan memanfaatkan biokontrol.
Petani Indonesia yang menerapkan sistem pertanian organik umumnya hanya mengandalkan kompos dan cenderung membiarkan serangan hama dan penyakit tanaman . Dengan tersedianya bioteknologi berbasis mikroba, petani organik tidak perlu khawatir dengan masalah ketersediaan bahan organik, unsur hara dan serangan hama serta penyakit tanaman.
Sumber http://luki2blog.wordpress.com/2009/05/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar