Blog untuk sharing informasi tentang dunia pertanian dalam makna luas dan berkelanjutaan serta artikel menarik tentang seputar teknologi dalam era kekinian dan up to date, email: tampanhorti@gmail.com
contack pada +62819107156420 ATAU 081339364013, bloger: Rahmadi Irwinsyah
Manfaatkan tanaman biofarmaka (tanaman obat) untuk mengendalikan OPT. dengan mengolah jadi biopestisida (pestisida nabati). Lebih menguntungkan, produk aman dikonsumsi, kelestarian lingkungan terjaga. Pengolahannya mudah, bahannya banyak tersedia di sekitar lingkungan.
Menambah manfaatnya yang selama ini digunakan untuk pemelihara kesehatan dan kebugaran, pengobatan alternatif, kosmetika perawatan kecantikan, makanan penguat dan makanan tambahan maupun bahan pembuatan parfum.
Penggunaan biofarmaka sebagai biopestisida untuk mengendalikan OPT sangat potensial. Sayang masih jarang digunakan petani. Padahal penggunaan biopestisida untuk mengendalikan OPT ini dalam beberapa hal lebih menguntungkan dibanding penggunaan pestisida. Keuntungannya, antara lain produk tanaman lebih aman dikonsumsi, kelestarian lingkungan dan sistem produksi pertanaman yang berkelanjutan lebih terjamin.
Apalagi Indonesia memiliki jenis biofarmaka tidak kurang dari 7.000 spesies, yang baru sekitar 300 (4,5%) yang telah diolah dan dimanfaatkan, di mana dari 300 spesies ini baru sekitar 50 jenis tanaman yang dibudidayakan, sedang selebihnya masih dipanen dari alam.
Jenis OPT dan Jenis Tanaman Biofarmaka Jenis OPT yang dapat dikendalikan dengan biopestisida antara lain : (1) Hama secara umum; (2) Hama Trips pada cabai; (3) Hama belalang dan ulat; (4) Hama wereng coklat dan penggerek batang (5) Hama dan penyakit pada tanaman bawang merah; dan (6) Hama tikus. Sedang jenis tanaman biofarmaka antara lain tergantung dari jenis OPT-nya. Ada pun cara mengendalikannya sebagai berikut :
1. Hama Secara Umum Siapkan daun mimba (Azadirachta indica) 8 kg, lengkuas 6 kg, serai 6 kg, diterjen/sabun colek 20 kg dan air 80 liter. Bagian tanaman ini ditumbuk halus kemudian dicampur diterjen/sabun colek. Setelah itu masukkan 20 liter air dan diaduk sampai rata. Adonan ini diamkan selama 24 jam kemudian disaring dengan kain halus dan hasil saringannya diencerkan dengan 60 liter air. Larutan ini sudah dapat digunakan untuk mengendalikan hama seluas ± satu hektar lahan tanaman.
2. Hama Trips pada Cabai Daun sirsak (Annona muricata) 50–100 lembar setelah ditumbuk halus kemudian dicampur dengan 15 gr detergen/sabun colek. Masukkan air 5 liter dan diaduk sampai rata. Setelah didiamkan selama 24 jam kemudian disaring dengan kain halus.
Apabila larutan akan digunakan, setiap satu liter larutan diencerkan dengan 10-15 liter air kemudian disemprotkan ke seluruh bagian tanaman cabai yang terserang hama Trips.
3. Hama Belalang dan Ulat Daun sirsak (Annona muricata) 50 lembar dan daun tembakau (Nicotiana tabacum) satu genggam ditumbuk halus. Setelah itu, tambahkan 20 gram diterjen/sabun colek dan 20 liter air kemudian diaduk sampai rata. Setelah adonan ini didiamkan/diendapkan selama 24 jam kemudian disaring dengan kain halus.
Jika larutan tersebut akan digunakan, encerkan dulu dengan 50-60 liter air lalu semprotkan pada tanaman yang terserang hama belalang dan ulat.
Memenuhi kebutuhan pangan yang terus tumbuh selaras dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,36% per tahun, bukanlah pekerjaan mudah. Berkaitan dengan hal tersebut Badan Litbang Pertanian memperkenalkan program Indeks Pertanaman (IP) Padi 400 dengan menggunakan dua strategi yaitu rekayasa sosial dan rekayasa teknologi.
Tekanan sistem produksi padi semakin lama semakin berat dan komplek sehingga memerlukan terobosan spektakuler non konvensional untuk mempertahankan kapasitas sistem produksi padi nasional sampai dengan tahun 2020. Konsep IP Padi 400 ditujukan untuk optimalisasi ruang dan waktu, sehingga indeks pertanaman dapat dimaksimalkan. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mengintegrasikan dan mensinergikan antara bioteknologi dan hibridisasi konvensional yang didukung oleh sistem perbenihan yang handal. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan benih padi ultra genjah (< 90 hari) sebagai instrumen utama yang didukung efisiensi waktu tanam dan panen. Saat ini telah tersedia padi umur sangat genjah (90-104 hari) seperti varietas Dodokan, Silugonggo dan Inpari 1.
Dua strategi yang perlu diterapkan pada IP Padi 400 adalah pertama rekayasa sosial. dan rekayasa teknologi. Rekayasa sosial perlu ditangani lebih awal, mengantisipasi perilaku para petani yang belum terbiasa melaksanakan IP Padi 400. Perlu berbagai upaya rekayasa sosial yaitu (a) advokasi (b) pengorganisasian komunitas petani (c) pengembangan jaringan untuk menjalin kerjasama (d) pengembangan kapasitas dengan meningkatkan kemampuan masyarakat dan (e) pengembangkan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi).
Strategi kedua, yaitu Rekayasa Teknologi dengan menggunakan varietas unggul yang berumur sangat genjah (90-104 hari), berproduksi tinggi, teknologi hemat air, tanam benih langsung, persemaian culikan, serta pengembangan sistem monitoring dini (sebelum tanam, saat persemaian, saat ada padi dipertanaman dan sesudah panen).
Program IP Padi 400 dicapai melalui empat tahap yaitu : (1) Tahap Rancang Bangun dan Penelitian (2008-2014) yang bertumpu pada perakitan padi umur ultra genjah (varietas padi umur kurang dari 90 hari); (2) Tahap Uji Lapang dan Sosialisasi (2009-2010); (3) Tahap Pengembangan (2011- dst) yang akan diterapkan pada lahan sawah seluas 1,5 juta ha; dan (4) Tahap Evaluasi dan Pemantapan (2010-dst).
Saat ini IP Padi 400 telah memasuki tahap uji coba yang dilaksanakan mulai Musim Hujan II 2009 (Januari/Februari 2009) sebagai musim tanam II (MT II) yang dilaksanakn di beberapa Kebun Percobaan yang berlokasi di Pusakanegara (Sukamandi), Muara (Bogor), Maros (Sulsel), Kendalpayak (Malang) dan Pasarmiring (Sumut).