Pendahuluan
Permasalahan pupuk hampir selalu muncul setiap tahun di negeri ini. Permasalahan tersebut antara lain adalah kelangkaan pupuk di musim tanam, harga pupuk yang cenderung meningkat, beredarnya pupuk palsu, dan beban subsidi pemerintah yang semakin meningkat. Beberapa upaya dan program telah digulirkan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian RI. Sebagai contoh, subsidi pupuk kimia untuk petani, namun implementasi di lapangan masih banyak penyelewengan yang merugikan petani dan pemerintah.
Alternatif pupuk kimia adalah pupuk organik. Petani di dorong untuk menggunakan pupuk organik sebagai penganti/alternatif pupuk kimia. Baru-baru ini Deptan juga mengeluarkan kebijakan untuk memberikan subsidi pupuk organik. Penyediaan pupuk organik diserahkan kepada BUMN atau perusahaan pupuk besar dengan mekanisme penyediaan yang mirip dengan pupuk kimia. Dikawatirkan masalah yang terjadi pada pupuk kimia akan terulang pada penyediaan pupuk organik granul ini apabila masih melibatkan perusahaan-perusahaan pupuk kimia. Beberapa tahun sebelumnya pemerintah juga pernah mengeluarkan program GO ORGANIK 2010, tetapi gaung program ini seperti kurang terdengar.
Penggunaan pupuk kimia secara intensif oleh petani selama beberapa dekade ini menyebabkan petani sangat tergantung pada pupuk kimia. Di sisi lain, penggunaan pupuk kimia juga menyebabkan kesuburan tanah dan kandungan bahan organik tanah menurun. Petani melupakan salah satu sumber daya yang dapat mempertahankan kesuburan dan bahan organik tanah, yaitu: JERAMI. Pemanfaatkan jerami sisa panen padi untuk kompos secara bertahap dapat mengembalikan kesuburan tanah dan meningkatkan produktivitas padi.
Diperkirakan kandungan bahan organik di sebagian besar sawah di P Jawa menurun hingga 1% saja. Padahal kandungan bahan organik yang ideal adalah sekitar 5%. Kondisi miskin bahan organik ini menimbulkan banyak masalah, antara lain: efisiensi pupuk yang rendah, aktivitas mikroba tanah yang rendah, dan struktur tanah yang kurang baik. Akibatnya produksi padi cenderung turun dan kebutuhan pupuk terus meningkat. Solusi mengatasi permasalah ini adalah dengan menambahkan bahan organik/kompos ke lahan-lahan sawah. Kompos harus ditambahkan dalam jumlah yang cukup hingga kandungan bahan organik kembali ideal seperti semula
Kompos jerami memiliki potensi hara yang sangat tinggi. Berikut ini hasil analisa kompos jerami yang dibuat dengan promi dengan waktu pengomposan 3 minggu.
Rasio C/N 18,88C 35,11%N 1,86%P2O5 0,21%K2O 5,35%Air 55
Rasio C/N 18,88C 35,11%N 1,86%P2O5 0,21%K2O 5,35%Air 55
Dari data di atas, kompos jerami memiliki kandungan hara setera dengan 41,3kg urea, 5,8 kg SP36, dan 89,17kg KCl per ton kompos atau total 136,27 kg NPK per ton kompos kering.
Menurut Kim and Dale (2004) potensi jerami kurang lebih adalah 1.4 kali dari hasil panennya. Jadi kalau panennya (GKG) sekitar 6 kuintal, jerami keringnya tinggal dikali dengan 1,4. Menurut data dari Deptan (klik di sini) produktivitas padi secara nasional adalah 48,95 ku/ha dan produksi padi nasional pada tahun 2008 adalah sebesar 57,157 juta ton. Dari data ini bisa diperkirakan jumlah jumlah jerami secara nasional yaitu sebesar 80,02 juta ton. Luar biasa besarnya.
Jika jerami ini dibuat kompos dan renemen komposnya adalah 60%, maka dalam satu ha sawah dapat dihasilkan 4,11 ton kompos. Nah, kalau dihitung secara nasional kompos jeraminya adalah sebesar 48,01 juta ton. Bener-bener ruar biasa.
Sekarang coba kita hitung potensi hara jerami ini secara nasional. Hasilnya adalah kompos jerami setera dengan 1,09 juta ton urea, 0,15 juta ton SP36, dan 2,35 juta ton KCl atau 3,6 juta ton NPK. Hebatnya lagi jumlah ini kurang lebih 45% dari komsumsi pupuk nasional pada tahun 2007 untuk pertanian (data lihat di sini). Nilai rupiahnya juga sangat fantatis yaitu Rp. 5,42 trilyun.
Kompos jerami memiliki potensi yang ruar biasa sekali. Yang sangat menyediahkan saya adalah potensi ini disia-siakan begitu saja. Petani lebih suka membakar jerami daripada membuat komps jerami. Lebih parah lagi, pemerintah tidak peduli atau bahkan mengabaikan potensi ini.
Andaikan kompos jerami ini benar-benar dimanfaatkan, berapa jumlah subsidi yang bisa dihemat. Lahan sawah akan semakin subur, petani bisa mengurangi penggunaan pupuk kimia. Tunggu apa lagi.
Menurut Kim and Dale (2004) potensi jerami kurang lebih adalah 1.4 kali dari hasil panennya. Jadi kalau panennya (GKG) sekitar 6 kuintal, jerami keringnya tinggal dikali dengan 1,4. Menurut data dari Deptan (klik di sini) produktivitas padi secara nasional adalah 48,95 ku/ha dan produksi padi nasional pada tahun 2008 adalah sebesar 57,157 juta ton. Dari data ini bisa diperkirakan jumlah jumlah jerami secara nasional yaitu sebesar 80,02 juta ton. Luar biasa besarnya.
Jika jerami ini dibuat kompos dan renemen komposnya adalah 60%, maka dalam satu ha sawah dapat dihasilkan 4,11 ton kompos. Nah, kalau dihitung secara nasional kompos jeraminya adalah sebesar 48,01 juta ton. Bener-bener ruar biasa.
Sekarang coba kita hitung potensi hara jerami ini secara nasional. Hasilnya adalah kompos jerami setera dengan 1,09 juta ton urea, 0,15 juta ton SP36, dan 2,35 juta ton KCl atau 3,6 juta ton NPK. Hebatnya lagi jumlah ini kurang lebih 45% dari komsumsi pupuk nasional pada tahun 2007 untuk pertanian (data lihat di sini). Nilai rupiahnya juga sangat fantatis yaitu Rp. 5,42 trilyun.
Kompos jerami memiliki potensi yang ruar biasa sekali. Yang sangat menyediahkan saya adalah potensi ini disia-siakan begitu saja. Petani lebih suka membakar jerami daripada membuat komps jerami. Lebih parah lagi, pemerintah tidak peduli atau bahkan mengabaikan potensi ini.
Andaikan kompos jerami ini benar-benar dimanfaatkan, berapa jumlah subsidi yang bisa dihemat. Lahan sawah akan semakin subur, petani bisa mengurangi penggunaan pupuk kimia. Tunggu apa lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar